Tali Emas
Bagaimana bisa kau datang (lagi)
segampang itu?
Setelah lima tahun berlalu tanpa
talu namamu dalam rongga dada, kau kembali meyapa.
Menebar senyum dengan segala
kalimat rindu berbalut dusta.
Aku tidak menyalahkanmu, karena
rindu memang serupa partikel aneh yang tak terjamah cereblum seorang professor sekalipun.
Tapi, apakah kamu tahu?
Bahwa,
Sepasang mataku akan SELALU
berkhianat pada otak ketika sang pengoordinasi memerintahkannya untuk tidak
menatapmu?
Bahwa,
Kedua lubang hidungku akan SELALU
menghirup wangimu serakus tikus ketika otak memerintahnya bahkan untuk tidak
mengambil napas ketika jarak antara kita tak lagi terditeksi.
Bahwa,
Bibirku akan SELALU melengkung
sendiri tanpa perintah ketika tawamu menggema memenuhi telinga?
Bahwa,
Sepotong hati yang tak lagi utuh
ini akan TETAP melanggar perintah ‘Lupakan’ yang diteriakkan oleh otak
padanya?
Bahwa,
Ada begitu banyak kupu – kupu yang
menari indah didalam perut ketika sepasang mata kecil itu menatap penuh
kearahku?
Kamu mungkin tidak akan pernah
tahu.
Aku tidak akan mengatakannya,
karena harga diriku sebagai perempuan adalah yang pertama.
Kamu juga tidak perlu tahu, bahwa
sesungguhnya kamu adalah yang terdepan.
Pemula dari segala sisi
kekasmara-an seorang gadis ‘lugu’ sepertiku.
Kamu adalah lelaki pertama yang
kubiarkan masuk dalam kehidupanku.
Lelaki pertama yang menjadi
pelabuhan kapal rinduku.
Lelaki pertama yang kuberi hadiah
ulang tahun.
Lelaki pertama yang kukirimi surat.
Lelaki pertama yang menjadi
prioritas setelah rajaku berlalu.
Lelaki pertama yang aku rapalkan
namanya didalam doa.
Lelaki pertama yang kuputuskan
untuk aku miliki.
Lelaki pertama, yang selalu menjadi
list utama dalam setiap hal romantis yang ingin kulakukan.
Lelaki pertama yang kubenci dalam
teriakan rindu didalamnya.
Lelaki pertama,
Yang berhasil mengambil hati
sekeras batu milikku.
Serta lelaki pertama yang tidak
pernah mau hatiku lupakan.
Aku pernah bertanya pada seseorang.
Apakah melupakan adalah sebuah
prihal yang menyulitkan?
Orang – orang akan kompak menjawab;
YA. Dengan seribu satu keriput yang menghiasi dahi mereka.
Dan, aku adalah orang pertama yang
akan mengatakan, bahwa melupakan adalah perkara mudah.
Tidak ingat bukanlah suatu kegiatan
yang sulit. Hanya saja, ia butuh
tenaga lahir batin yang kuat.
Membunuh adalah tentang perang, iya kan?
Melakukannya tidak akan semudah
mengunyah permen karet dan membuangnya ketika sari manis tak lagi terkecap.
Membunuh butuh keteguhan jiwa yang
tidak main – main.
Maka dari itu, jangan pernah
bermain dengan rindu (ia tak semudah itu dibunuh).
Karena beratnya bahkan lebih besar
dari seribu planet yang kau jadikan satu.
Ia tak berwujud, tidak pula dapat
diprediksi datangnya.
Ia serupa penyakit akut yang akan
terus menggerayangi hati serta berkembang biak dengan sangat apik ketika otak
setengah mati menuklir.
Mereka tidak memiliki asal, dan
hanya punya tepat pelabuhan yang SANGAT jelas.
Hanya pada satu stasiun ia akan
berhenti.
Dan, hanya akan
Dan, hanya akan
Berlabuh pada pelabuhan yang ia
anggap sangat mampu menampung beratnya yang tak lagi terhitung kilo.
Aku tidak keberatan dengan seribu
planet yang menjadi satu pada pelabuhanku.
Tidak juga protes tentang betapa
mengganggunya bongkahan rindu itu.
Hanya saja, dibalik rindu itu kau
menyimpan sehelai tali.
Tali emas yang berupa tanda.
Tali emas yang indah.
Tali emas yang terlihat mahal.
Juga, tali emas yang hanya bisa
dibuat dengan tenun.
Ia terlalu mencolok untuk
diabaikan. Tali itu.
Karenanya, kembalilah.
Talimu begitu menyilaukan.
Pelabuhanku tak sanggup lagi
melihatnya.
Rindumu salah tujuan.
Karena pelabuhan ini tidak menerima
rindu semacam itu.
Kembalilah.
Pada pelabuhan berikutnya.
Pelabuhan yang kau janjikan untuk
datangi.
Pelabuhan yang seharusnya.
Selamat jalan.
Dan semoga tidak kembali lagi.
Karena aku membecinya.
Tali emas dari balik bongkahan
rindumu.
TERTANDA
PENULIS AMATIR
muachhh 😘
BalasHapus