My First [Fiction]


“Noona, kau di dalam?”

Ketukan halus pada daun pintu membuat seraut wajah manis didepan cermin menegang. “Astaga! Apa yang terjadi padaku!” desisnya tajam lantas memukul dadanya setengah kesal. Entah mengapa jantungnya berdetak sangat tidak masuk akal sekarang. Terlalu liar, hingga ia dapat merasakan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk benda itu melompat keluar dari rongga dadanya.

“Noona?” panggil suara diluar sekali lagi.

Hana menggigit kukunya cemas. Badan-nya sudah panas dingin dengan irama jantung yang kian memburu. “Ya, aku disini.” Sahutnya dengan suara gemetar.

“Kau tak apa?” suara itu terdengar sangat khawatir.

Terkutuklah siapapun yang telah menukar seluruh baju yang sudah susah payah ia siapkan dengan berbagai macam jenis Lingerie tak layak pakai ini. Hana memandang kopernya horror, lalu memalingkan wajah kearah cermin yang memantulkan seluruh kegelisahnnya. “Bagaimana ini.” Desisnya putus asa. Hampir saja menangis kalau tidak ingat ada seseorang yang sedang menunggunya –dengan perasaan khawatir tentu saja— diluar sana.

Setelah menarik nafas panjang dan menghembuskan pelan, Hana menepuk kedua pipinya keras. Berharap hal itu dapat menyadarkannya dari kegelisahan. “Tak apa Hana-ya! Kau hanya perlu jujur pada Seojoon!!” Ia menyemangati diri sendiri. Setelah yakin sebongkah nyali berhasil ia kumpulkan, peremuan dengan rambut panjang sepinggang itu berdeham, untuk kemudian menyahut dengan suara –yang sebisa mungkin dibuat—tenang.

“Aku tak apa. Seojoon-ah, bisakah kau mengambilkan ponselku diatas meja samping tempat tidur?”

Diluar sana, suara baritone menyambutnya penuh kelegaan. “Syukurah. Akan kuambilkan.”

Tak lama, ketukan halus kembali terdengar. Hana mengintip sedikit dari balik pintu, tersenyum senormal mungkin pada Seojoon, dan langsung mengambil handphone miliknya begitu si pemuda Lee menyodorkan benda pintar itu padanya. “Aku akan sedikit lama. Kau tak apa?” tanya Hana penuh rasa bersalah.

Seojoon tersenyum bodoh. “Tak apa, noona. Lakukan sesukamu. Aku akan menunggu.”

Entah sejak kapan kalimat ‘Aku akan menunggu’ lebih mengerikan daripada kalimat ‘Aku siap memakanmu’ bagi Hana. Karenanya, perempuan itu hanya meringis membalas senyuman dari telinga ke telinga milik Seojoon.

Blam.

Pintu kembali tertutup. Hana buru – buru membuka ponselnya dan langsung menekan tombol 1 selama beberapa detik sampai sebuah nada sambung terdengar. “Angkatlah eomma..” Hana berujar lirih sambil menggigiti kuku gugup.

“EO! EOMMA!”

Disebrang, seorang wanita –usia— 50 tahunan menjauhkan ponsel dari telinga. “Eomma belum tuli Hana-ya. Ada apa?”

Tidak memperdulikan kalimat awal sang ibu, wanita berambut pirang itu mengecilkan volume bicaranya, berbisik penuh kecurigaan pada sang Ibu. “Eomma, apa ada yang menukar koperku sebelum aku pergi?”

“Tidak,” jawab ibunya singkat. “Siapa orang kurang kerjaan itu? Eomma tidak melakukannya.”

Hana mendesah. Antara frustasi dan tidak percaya. “Lalu kemana semua bajuku? Aku mengemas 4 kaos dan 3 celana jeans didalam koperku semalam, dan sekarang semuanya hilang,” Hana melirik koper-tak-berbentuknya sekilas, kemudian bergidig ngeri. “Tergantikan oleh berbagai macam pakaian norak tak layak pakai seperti ini.”

Tak ada jawaban. Hana baru akan kembali bertanya saat sebuah suara menginterupsi. “AAAH. LINGERIE ITU? AKU MENGHADIAHKANNYA UNTUKMU HANA-YA. DAN ITU IDE YERI NGOMONG – NGOMONG.”

Tidak ada reaksi yang lebih baik daripada menganga setelah mendengar jawaban kelewat mesum kakak laki-lakinya. Hana meringis. Benar – benar ingin menangis sekarang. “Oppa! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku????” Rengeknya frustasi.

Sekarang ia hanya menggunakan bathrobe tanpa dalaman apapun. Dan bagaimana bisa ia keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk berbentuk baju tersebut sedang diluar ada Seojoon yang setia menunggunya.

Hana memindahkan handponenya ke telinga kiri. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?? Aku benar – benar ingin menangis. Eomma..”

Disebrang, Jaehyun tertawa renyah. Gemas setengah mati pada adik perempuan semata wayangnya, sementara sang ibu hanya menghela nafas lelah. “Apa kau bodoh? Kau itu istrinya, dan ini adalah malam pertama kalian. Lakukanlah apa yang seharusnya kau lakukan, sayang.” Itu Ibunya yang berpetuah. “Biar aku bicara padanya eomma.” Hana dapat mendengar suara Yeri samar – samar.

Yeoboseyo? Hana – ya? Kau dengar aku?” suara Jenghan mengambil alih telepon.

Hana mengangguk. Tak sanggup lagi bicara, karena ia yakin seribu persen, sekali membuka mulut maka seluruh airmata yang sudah mati matian ditahannya akan ikut meluncur bebas. Menyisakan isakan yang kelak akan membuat Seojoon curiga.

“Hana – ya?” Panggil Yeri sekali lagi, karna tak kunjung menerima jawaban.

“Ne, Eonni.” Hana menyahut dengan suara pecah.

“Kau menangis?”

“Anieyo.”

Bohong.

Hana bohong. Ia bukannya tidak menangis, hanya saja sedang menahan tangis dengan usaha yang sudah setengah mati.

Di sebrang telefon Yeri tersenyum maklum. Sedikit merasa bersalah pada adik iparnya. Seharusnya Yeri tau, Hana dan Seojoon menikah bukan karena mereka menginginkannya.

“Hana-ya aku minta maaf.” Yeri berujar tulus.

“Ei gwaenchanha eonni. Aku tau kau tidak bermaksud jahat padaku,”

Geure. Apa kau sudah tenang sekarang?”

“Eum, sedikit.”

Yeri menghela nafas sebentar sebelum melanjutkan, “Keluarlah. Kau bisa meminjam baju Seojoon untuk malam ini. aku akan mengatakannya untukmu.”

Hana menggigit bibir bawahnya ragu. Antara ingin berterimakasih atau menolak tawaran kakak ipar perempuannya itu. “Tapi eonni, apa tidak apa – apa?”

“Tentu saja apa – apa bodoh!” Jaehyun menyahut geram. Tidak habis fikir dengan jalan pikiran adiknya. “Kau akan membuatnya menunggu untuk sesuatu yang harusnya bisa ia dapatkan di hari pertama pernikahannya? Kau kejam sekali Hana-ya.”

Oh bolehkah Hana berteriak sekarang? Ia tahu apa yang seharusnya ia berikan pada suaminya malam ini. Hanya saja, sebagian dari dirinya masih takut. Hana tidak ingin merasakan sakit. Belum siap menampung segumpal darah yang nanti akan membebani perutnya. Belum lagi bermacam – macam sakit lain yang akan diterimanya selama proses tersebut. Astaga membayangkannya saja Hana tidak sanggup.

“Tutup mulutmu Jaehyun atau aku akan membunuhmu setelah ini.” itu Yeri yang berteriak. “Jangan dengarkan dia Hana-ya. Aku yakin Seojoon tidak semesum itu untuk merasa dirugikan oleh istrinya sendiri.”

“Gomawo eonni.”

“Eo. Sekarang keluarlah. Aku sudah memberi tahu Seojoon. Selamat menempuh hidup baru Hana-ya. Kami menyayangimu.”

BIP

Sambungan terputus. Menyisakan seorang perempuan ber-title istri dengan segala kegelisahan dan keraguan yang menyelimutinya. Hana menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, berharap ritual itu dapat memberinya kekuatan sebelum membuka gagang pintu kamar mandi dan berhadapan dengan suaminya.

Betapa terkejutnya Hana saat pintu kamar mandi terbuka dan memunculkan wajah penuh perhatian Lee Seojoon. Pemuda itu memamerkan sebuah kemeja oversize yang digenggamnya ditangan kiri, lantas mengalungkannya di bahu Hana.

“Aku tidak akan memaksamu melakukannya Noona,” Seojoon berujar sambil memberi kode agar Hana memasukkan lengannya pada lengan kemeja. “Lagi pula untuk apa terburu – buru untuk sesuatu yang bisa kunikmati kapan saja?”

Hanao menunduk dalam. Antara malu dan merasa bersalah yang menjadi satu. “Maafkan aku Seojoon-ah.”

Seojoon mendengus geli. Tangannya masih sibuk dengan beberapa anak kancing yang kini sudah mulai tertutup satu – persatu. “Aku menikah denganmu bukan untuk mendapatkan malam pertamaku.” Ia berujar lembut. Kancing teratas sudah tertutup sempurna. Kedua matanya kini menatap penuh kasih pada Hana yang berkaca – kaca. “Aku menikahimu karena ingin menjaga setiap malam-mu noona.” Seojoon tidak bohong. Pernikahan ini memang bukan keinginannya. Tapi, begitu bertemu dengan calon yang diajukan ayahnya, Seojoon tahu apa yang ingin ia lakukan untuk perempuan yang memiliki senyum kucing ini.

Mianhae..” Hanya kata itu yang bisa Hana ucapkan pada Lee Seojoon yang sekarang sedang menatap penuh cinta padanya. Padahal yang Hana tau, laki – laki berhidung bangir itu menikahinya karena perintah ayah Hana, yang tentu saja sudah kongkalikong dengan ayah lelaki itu sendiri.

“Mau kupesankan kamar lain?” tawar Seojoon yang jelas langsung ditolak mentah – mentah oleh istrinya.

“Aku ingin tidur bersamamu saja.” Hana mengangkat kepalanya, menatap dengan mata berkaca pada suami 12 jamnya.

Seojoon mengernyit. Mengangkat satu tangannya untuk kemudia ia daratkan pada puncak kepala Hana. “Kau yakin?”

“Eum.” Angguk Hana seraya menubrukkan diri pada tubuh tinggi menjulang sang suami. “Aku ingin kau memelukku Seojoon-ah.”

“Tapi—“

“Jangan katakan apa pun. Turutilah orang yang lebih tua darimu Joon-ah.” Potong Hana dengan wajah yang sudah tenggelam sempurna di dada bidang Seojoon. Wanita itu juga tanpa canggung mengusakkan wajahnya pada permukaan dada empuk Seojoon. Melupakan malam pertama yang sedari tadi ditangisinya.

“Arraseo.”

“Mianhae, Seojoon-ah.”

Nado… Noona.”

Bertahanlah hormonku. Batin Seojoon meringis ngilu. Ia berharap acara cuddling yang diinginkan oleh Hana tetap berjalan pada prosedur yang seharusnya. Yah.. semoga saja.

---

OH HAY! LONG TIME NO POST KEKEKEK
Ini tuh sebenernya cerpen buat lomba. tapi ternyata udah lewat deadline huhu
Daripada nganggur doang jadi draff,  yaudah saya posting disini aja gatau deh ada yang baca apa ga. wkwk. btw ini pakenya setting ala - ala korea gituuuuu. yaa gimana ya. gemes soalnya WKWKWK. Untuk beberapa istilah yang saya pake ini saya kasih kamus dikit.

*Eomma (Omma)  = Ibu.
*Oppa = Kakak laki - laki yang dipanggil adik perempuan.
*Eonni (Onni) = Kakak perempuan yang dipanggil adik perempuan.
*Noona (Nuna) = Kakak perempuan yang dipanggil adik laki - laki.
*Geure (Kere) = Ah begitu..
*Mianhae (Mianhe) = Maaf.
*Arraseo (Arraso) = Aku mengerti.
*Nado = Aku Juga.
*Gomawo = Terimakasih.
*Gwaenchanha = Tidak apa apa.
*Anieyo = Tidak.
*Seojoon (Sojun)
*Jaehyun (Jehyon)

YAK! itu aja kayaknya yang saya pake. Sampe ketemu di.... oneshoot lainnya teman - temanku.

Komentar

Postingan Populer