Curriculum Vitae
Dira Wistara
Surat Permohonan,
Proposal, Curriculum Vitae – Internship.
Dear, Mr. Ariq Rizky Biruwardana.
This is my Curriculum
Vitae. At the suggestion of Adisti Maharani, a friend of yours at the Company
who also have a great relationship with me as a partner in crime, I submitting my resume for Your
Partner in life because I heard that you were single for a long time without
even a candidate in your age. I am a secretary of the Animation Design in The
Right Studio, Yogyakarta. My skills and experience will enable me to deliver successful results as Your Partner for your whole life and I passionate about Taking Care of You, Cooking, Giving you a hug and comfort, Parenting, and last, taking care of your family's hearts. I am thrilled to hear about you and your short love story about your ex and I feel the abilities that I have described above can help you to felt that you are loved.
As an executive
daughter of the Wistara’s Family. I am in charge of loving, comforting, hugging
and pat-pat someone that I love while being challenged to make you fall in love
with me in a short term during this internship project.
I have no experience
as someone partner but I’ll try my best to make you comfort with me and I will
prepared for anything you need as soon as possible. It was essential that I
remain positive, outgoing, and energized during move-in day and act as liaison
between new friend, families, and partner. I was expected to maintain in a
highly professional partner in life while interacting with your friends,
families, and especially you.
My Parents life,
executive board membership in family, and my orientation makmum role as the youngest daughter in my family have prepared me to be
successful in this Your Partner In Life internship program. Thank you for your
time and consideration. I look Forward to the opportunity to discuss how I can
add value to your life. Please contact me if you interest.
Sincerely,
Dira Wistara.
5 Attachments
Proposal
Internship Curriculum Vitae Surat Permohonan Kartu Tanda Penduduk Pas Foto
Ariq Rizky Biruwardana tidak bisa lagi menahan senyumnya, sekuat apapun ia
berusaha. Lelaki dua puluh lima itu menutup mulut, menyembunyikan tawa
menggelegar yang bisa meledak kapan saja dan mengganggu seluruh pegawai
di ruangannya dengan wajah berseri – seri. Satu tanganya yang bebas ia gerakkan
diatas mouse, men-close tab email yang baru saja ia buka.
“Heh! Ngapain lu tawa – tawa ndiri?”
Sindir Ijal yang baru saja menyelesaikan tugasnya menginput data hasil survey
yang sudah dua hari ini menjadi pekerjaannya. Si keriting itu mengintip dari
balik sekat, dengan kedua alis menyatu heran.
Tanpa pikir, Ariq langsung memutar
bangku menghadap rekan kerjanya itu. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menahan
senyum dari telinga ke telinganya kecuali dengan menutupi bibir dengan tangan.
“Jal, pernah gak, lo deg – degan cuma karena baca email?”
“Hah?” Ijal mengerutkan kening.
Menatap Ariq dari atas sampai bawah, dari bawah sampai atas, kembali lagi, dan
begitu terus sampai ia yakin kalau teman kantornya ini masih waras. Setelah
merasa keanehan Ariq bukanlah sebuah ancaman, barulah ia memalingkan wajah.
Bersandar pada kursi putarnya sambil berlagak mikir. “Pernah ga ya? Pernah sih
kayaknya, waktu nunggu surat lamaran kerja gue dibales setelah nganggur 6 bulan
abis lulus.”
“Pernah ngerasa bahagia ga cuma
karena satu CV yang lu baca hari ini?” todong Ariq cepat sebelum Ijal sempat
menghembuskan nafas pasca menjawab pertanyaannya terdahulu.
Ijal menoleh cepat. Aneh sekali
rasanya mendengar nada tinggi yang terselip di setiap kalimat yang keluar dari
bibir kawannya. Sekali lagi, ditatapnya wajah berseri seri Ariq. “Riq, sehat
kan lo?”
Bukannya menjawab, lelaki hitam manis
itu malah tersenyum lebar. Membuat Ijal semakin takut dan khawatir tentang kesehatan
jiwanya. “Jawab aja Jal. Lo kan HRD nya.”
“Ya tapi kan—“
“Bacot ih sayang. Cepet jawab!!”
bantah Ariq gemas.
“Kayaknya sih belum pernah ya. Hari
ini ada 3 orang yang ngirim email dua kali dan itu kacau semua. Pusing gue
liatnya. Gatel pingin gue coret – coretin ala skripsian.” Ijal menjawab dengan alis dahi yang berkerut dalam.
Lagi, Ariq melebarkan senyum, tanpa
tau kalau Ijal sudah sangat was – was. Khawatir pipi Ariq bakalan robek karena
senyum – senyum terus.
“Lo kenapa sih sebenernya? Serius
nanya nih gue.”
Ariq cengengesan, lantas memutar
kembali kursinya pada posisi semula. Lelaki dengan kemeja biru tua itu kini
sudah sibuk mengetik sesuatu dengan semangat, sampai suara keyboardnya
terdengar oleh orang sekantor.
Sebagai teman yang baik dan sangat
perhatian, Ijal tentu saja merasa ada yang tidak Beres. Maka dari itu, ia
memutuskan untuk berdiri dan mengintip sedikit apa yang ada di balik punggung
kawannya.
“Lah, itu email magang kok ada di elu?
Harusnya kan dikirim ke Bagas Riq. Forward aja ntar biar dia yang urus.”
Dengan kecepatan setara cahaya, Ariq
menekan tanda x pada sudut kanan layar komputernya. “Oh, yang ini magangnya
khusus Jal. Jadi alamatnya juga khusus. Hehehe. Makasih udah nanya. Tapi bisa
ga, lo balik lagi ke tempat duduk lo? Gue mau kerja nih.” Usir Ariq halus.
Matanya mengerling pada bilik di sisi kanannya, diiringi kedipan genit yang
dipersembahkan langsung untuk Ijal.
“Sumpah ya, lo kenapa sih? Lo kalo
stress bilang Riq. Gua bantuin dah kalo mau ambil cuti.” Terlanjur cemas sih
sebenernya si Ijal ini. Soalnya dia trauma, dulu Ariq pernah mimisan sampe
ngabisin satu pack tisu duaribuan,
dan ketika diperiksa, kata dokter itu karena kecapekkan bergadang plus korekan
hidungnya yang super duper luar biasa dalam.
“Gakusah khawatir Jal. Gue punya BPJS
kok. Tenang aja, santai.”
Bersamaan dengan berakhirnya
percakapan tersebut, jam wrecker di
pojok kanan meja Ariq bergetar ribut, menandakan bahwa jam kantor hari itu
telah usai. Tapi, Ariq Rizki Biruwardana tidak bergerak barang sesentipun dari
bilik tempatnya bekerja. Ini adalah sebuah fenomena, karena biasanya hanya lelaki
itu yang pulang tepat waktu, sebanyak apapun pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
“Balik lo.”
“Iya bentar Jal. Tanggung.”
“Yodah gue duluan ya.” Pamit Ijal
sambil mengemas barang – barangnya. Sampai seorang wanita berkucir kuda lewat,
mampir ke bilik kerjanya dan menumpukan lipatan tangannya diatas sekat Ijal.
“Mau bakso Yang.” Rengek wanita itu
manja.
Ijal mengangguk tanpa menoleh. “Iya
Yang Mulia Ratu. Sebentar, hamba lagi beres – beres.”
Mendengar jawaban Ijal, wanita itu
terkekeh. Ia lantas menoleh pada Ariq yang masih sibuk mengetik sesuatu dengan
wajah berseri seperti seseorang yang baru saja menang undian.
“Kenapa?” tanyanya tanpa suara pada
Ijal yang kini sudah menggendong ranselnya di punggung.
Ijal mengedikkan bahu. Mengangkat jari
telunjuknya untuk kemudian ia silangkan di dahi. “Lagi stress.” Balasnya yang juga tanpa
suara.
“Ngapain Riq?”
Ariq mendongak. Masih dengan senyum
lebarnya. “OH! ADISTI MAHARANI! Apa kabar? Gimana kondisi ponakan gue Dis? Udah
USG? Laki apa bukan laki nih ponakan gue? Sehat – sehat ya Dis. Kalo ada apa –
apa terus Ijal lagi gabisa nge-handle, lo bisa langgsung hubungi gue. Kalo perlu
dial aja nomor gue Dis biar ga repot nyari di kontak.”
“Hah?”
Adisti terlonjak. Kaget setengah mati
mendengar nada tinggi yang terselip di setiap kata yang dilontarkan Ariq, begitu
pula dengan tawaran tiba – tiba lelaki itu.
“Dah dah. Balik lu sana. Cari calon
sendiri biar bisa punya anak.”
Bukannya tersinggung, Ariq malah
cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang semua orang yakin itu tidak gatal
sama sekali.
Ijal bergidik. Benar – benar ngeri
sekarang.
“Yuk, Yang Mulia Ratu. Hamba sudah
siap. Mari kita tinggalkan saja bujang lapuk yang hampir gila ini.”
“Hati – hati ya kalian~ Sehat
selalu!! Jangan lupa berdoa sebelum naik mobilnya. Sebelum makan juga berdoa.
Jangan lewatkan solat yaa!”
Sepeninggalan dua rekan kerjanya itu,
Ariq kembali duduk, mengamati layar komputerya yang kini sudah penuh dengan
tulisan di badan email balasan.
Internship Accepted.
Dear, Mrs. Dira Wistara.
Thank you for your submit. I appreciate it a lot and
you have a perfect Curriculum Vitae
for this job. I will contact you as soon as possible, but first I need to confirm
something. Are you THAT Taraaa_ who always reply my snapgram on social media
and always trying to get my attention new days?
Regards,
Ariq Rizky Biruwardana.
Setelah
yakin pesan balasan telah dikirim, Ariq menyandarkan punggungnya pada sandaran
kursi. Menatap menerawang pada atap yang dihiasi lampu neon berbintang. Masih dengan
sisa senyum dari telinga ke telinga miliknya, Ariq mengingat – ingat.
Nama Dira terasa tidak asing di
telinganya. Begitu pula dengan Wistara. Pasalnya, ia memiliki seorang Followers
yang selalu, tidak penah absen, menjadi orang pertama yang melihat setiap story
yang ia buat, dan selalu mengirimkan jawaban ketika ia membuka sesi tanya
jawab.
Ariq tau, Dira ini teman dekat Adisti
dan mereka sudah berteman baik sejak kuliah, begitulah yang ia tahu setelah
suatu hari penasaran dan berakhir dengan melakukan stalking terhadap akun Dira.
Lelaki itu menutup mata. Setengah mati berusaha untuk tidak berteriak, karena
demi apapun, cara Dira memperkenalkan dirinya ini sangat menarik dan lucu sekali.
Ariq tahu, sejak kuliah, Dira sudah menaruh hati padanya. Tapi ia tidak tahu
kalau perempuan seratus lima puluh sentimeter ini ternyata masih menaruh hati padanya bahkan
setelah 3 tahun ia lulus kuliah.
Ariq belum lupa, Dira pernah
mengirimkannya sebuah pesan melalui Direct Message yang isinya;
Terimakasih
sudah hadir di dunia. Jangan mati dulu ya Mas.
Sedikitpun, Ariq tidak pernah
membayangkan hal manis seperti ini terjadi padanya. Masalah jodoh, ia sudah
menyerahkan perihal itu sepenuhnya pada Sang Pencipta, walau sejauh ini yang
dia lakukan hanya berdoa, tanpa diiringi usaha lainnya. Ariq terkekeh. Menertwakan
dirinya sendiri yang merasa kalah langkah dari wanita si pemilik CV yang masih
ditampilkan pada display komputernya saat ini.
Mungkin sekarang ia memang belum
menaruh hati pada wanita jenaka ini. Tapi entah kalau besok atau lusa. Melihat
langkah awal yang diambil Dira dalam usaha mendekatinya saja sudah membuat hati
Ariq melambung. Membuat perutnya sakit menahan ribuan kupu – kupu yang entah
sejak kapan hinggap disana. Ariq tidak pernah berharap akan ada seseorang yang
mendatanginya, karena pada perkara ini ia tidak ingin meninggikan ekspetasi.
Proposal yang baru saja ia baca ini,
lengkap dengan Surat Permohonan dan Curriculum
Vitae yang terlampir, akan menjadi saksi janjinya untuk berusaha menyukai Dira. Membimbing gadis itu pada hidup
yang lebih baik, dan mencintainya sebagaimana ia mencintai keluarganya sendiri.
END.
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA WHAT THE HCK IS THIS OH MY GOD.
Serius. Aku kepikiran ide ini karena memang lagi sibuk
– sibuknya bikin proposal magang sih:”)
Pusing karena semuanya isi Proposal, Surat, dan Curriculum Vitae doang. Eh terus tiba –
tiba aja kepikiran nulis ini. Dan tolong jangan bilang – bilang. Aku ada
rencana melakukan hal yang sama seperti Dira buat Mas Crush. Ya tapi masih nanti, mungkin 3/4 tahun kedepanlah. Setelah
Masnya lulus plus kerja, dan setelah
Aku-nya sendiri lulus dan kerja. Keseluruhan cerita ini kubuat memang untuk
arsip sih. Siapa tahu setelah beberapa tahun, aku masih menaruh hati kan sama
Si Mas. Dan kalau pada saat itu Masnya masih single, mungkin strategi ini bakal
bener – bener aku pake. Biar ga malu – malu banget. Heheheheh. Pengakuan nih,
sebenernya DM itu bukan fiktif. Itu beneran kejadian. Gatau kenapa bisa seberani
itu WKWKWKWKWK. Tapi waktu itu, karena seluruh tekanan yang aku terima, aku
misuh – misuh. Ngomong kasar ga berenti. Nangis. Tereak – tereak kayak orang
gila karena WOI EMANG SESETRESS ITU HUHU. Eh tau tau dikirim screenshot chat
Masnya sama temenku, si Adisti ini. Lengkap dengan foto profile Masnya yang
SUBHANALLAH YA ALLAH GANTENG PISAN HUHU MAU NANGIS. Dan marah – marahku berhenti.
Ganti jadi nangis kejer karena sadar, aku masih punya kebahagiaan, yaitu Masnya
WKWKWKWK. Makanya, langsung ku DM.
Dan, serius. Masnya, makasih sudah lahir di dunia yang
fana ini. Harusnya aku bilang gitu ke orangtuamu ya. Tapi kan aku belum kenal:”)
KENALIN PLIS WKWK.
Aku gatau apakah rasa tertarik ini bakalan tetep ada
setelah bertahun – tahun. Aku juga gatau apakah kamu masih akan tetap single
setelah bertahun – tahun lulus. Masalah itu biar Sang Pemilik semesta yang
mengatur. Aku serahkan semuanya sama Allah aja. Karena umurku bukan lagi umur
yang cocok buat pacaran, selain itu juga dosa sih. Tapi besar harapanku, kamu
adalah jodohku. HEHEHEHE. AAMIIN BANYAK – BANYAK! Aku masih berdoa terus sih
sejauh ini. Usahaku ya cuma liatin kamu doang, plus reply story buat bikin kamu tau aku ini hidup di dunia, deket
sama kamu karena kan kita satu kampus wkwkwk. Sisanya, ya biar Semesta dan
Pemiliknya yang atur.
Selamat, kamu sudah melewati sidang proposal Kamis
kemarin. Sukses terus ya Mas. Sehat – sehat. Jangan mati dulu, karena aku masih
pingin mbok imamin. One step closer nih buat mengejar cita –
cita. Semoga selalu diberi kesehatan dan kesuksesan ya. Tak doain dari jauh. Ya walaupun masih rahasia illahi sih apakah
doaku sampe apa engga. Semoga keluargamu
juga selalu diberi kesehatan, berikut orang – orang disekitarmu. Jangan mati
dulu plis, ini serius.
Salam, dari aku. Adik tingkat 150cm-mu yang nangis
karena ngeliat kamu pake baju rapih buat sidang kemarin. Sehat – sehat ya Mas.
Wassalamualaikum.
nice I love it. This is funny and entertaining
BalasHapusthis is very kind of you. hope my writings worth your time! have a good day!
Hapus