Lolipop [OneShoot]
Siang ini, di taman kompleks yang asri dan rimbun, Dila tersaruk. Anak perempuan berpipi tembam itu menyeret sepedanya sambil menangis sesegukan. Kedua lututnya lecet. Besar dan mengeluarkan darah cukup banyak. Sambil terus menangis menahan perih, anak perempuan berbalut gaun soft pink selutut itu berbelok, menuntun sepeda pink-ungunya melintasi gang -gang kecil untuk sampai kerumah.
Tapi ternyata, kaki mungil yang sedari tadi menuntun langkah-langkah kecilnya tidak lagi sanggup berjalan, dan memilih berhenti.
Karena merasakan perih yang luar biasa pada lutut malangnya, Dila memarkirkan sepeda sembarangan, lalu berjongkok dan meniup-niup lecet di lututnya sambil terus menangis.
Hingga sampai pada menit ke 2 isak tangisnya meluruh, tiba-tiba saja sepasang kaki kecil berbalut sepatu putih berhenti tepat beberapa senti di depan kaki Dila yang tertekuk. Dila mengusap air matanya pelan, kemudian mendongak penasaran.
"Kamu siapa?" Tanya Dila dengan suara sengau.
Anak laki laki pemilik kaki bersepatu putih di depan Dila tersenyum. "Aku Agas." Katanya sambil menelengkan kepala. "Kamu kenapa nangis?"
Dila termangu. Bingung dengan kedatangan anak laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Namun beberapa saat berikutnya Dila menjawab juga. "Kakiku berdarah." Ujarnya lirih setelah lama diam yang mendominasi.
Agas bergeming. Matanya yang bulat dan dinaungi bulu mata lebat nan lentik tampak berkilat ngeri mendapati sepasang lutut kecil Dila yang berdarah. "Sakit ya?" Anak laki-laki ber-hoddie pikachu itu berjongkok. Matanya bergerak-gerak mengamati luka pada kedua lutut gadis kecil di depannya.
Dila mengangguk. Bibirnya sudah kembali melengkung kebawah, siap untuk menangis lagi.
"Aku nggak bisa obatin luka kamu." Tutur Agas jujur. Kemudian buru-buru merogoh saku Tranning birunya, mengeluarkan sesuatu dari sana, dan menyodorkannya pada Dila sambil tersenyum senang seolah-olah apa yang dia berikan bisa membuat anak perempuan di depannya kembali ceria. "Tapi aku punya permen lolipop." Nada bicaranya berubah jadi dua kali lebih riang dari sebelumnya. "Kamu mau?"
Bingung, Dila menatap permen lolipop pemberian Agas. Lama. Sampai akhirnya, bola mata abu-abu cerah milik anak perempuan itu beralih menatap Agas yang masih setia menyunggingkan senyum dengan kening berkerut-kerut. "Permen?"
"Iya!" Jawab Agas antusias. "Kata bunda, makan permen bisa bikin orang nggak sedih lagi." Lanjut anak itu seraya mengerlingkan mata bundarnya yang berbinar menggemaskan.
Dila mengulurkan tangannya ragu-ragu. "Makasih ya?"
"Sama-sama."
"Kamu..kenal aku?"
Agas melongo sebentar, lalu menggeleng polos. "Nggak."
"Terus, kenapa kamu nolongin aku?" Todong Dila. Alisnya yang tipis terangkat tinggi.
Agas tertegun. Senyumnya lenyap. Untunglah, ekspresi itu hanya bertahan beberapa detik saja, karena setelahnya, senyum anak itu kembali mengembang. Lebih lebar dari yang tadi, hingga menampilkan gingsulnya yang manis. "Karena kata bunda, kita sebagai manusia harus saling membantu satu sama lain."
"Kamu nggak marah?"
"Marah kenapa?" Agas mengerutkan dahinya bingung.
Dila mengangkat lolipop yang erat dalam genggaman jemari mungilnya. "Karena permen kamu untuk aku?" Tanya Dila polos.
Agas tersenyum lagi. Kali ini lebih hangat dan lebih bersahabat. "Nggak papa kok. Anak laki-laki memang harus mengalah untuk anak perempuan."
"Itu kata bunda kamu juga?"
"Iya." Agas menjawab girang.
Dila lupa kalau beberapa menit yang lalu dia masih menangis. Sekarang, yang ada dalam fikirannya hanya: betapa baiknya bunda Agas ini. Jadi, gadis kecil berambut ikal sebahu itu langsung berdiri hingga mengundang tatapan bingung dari sepasang bola mata gelap teman barunya. "Kamu mau kemana?"
"Mau ketemu bunda kamu." Ujarnya ceria. Pipinya yang bundar bersemu merah, menandakan betapa antusiasnya ia untuk bertemu sosok perempuan yang melahirkan Agas.
"Untuk apa?"
"Bilang terima kasih. Karena bundamu, aku jadi nggak sedih lagi." Dila meraih stang sepeda, dan menegakkan benda berat itu pelan-pelan sambil dibantu Agas.
Akhirnya, sepasang anak kecil itu berlalu. Melangkah pelan menyusuri jalanan kompleks sambil sesekali tertawa bersama.
Ketahuilah. Kita dilahirkan di dunia ini untuk saling membantu dan menyayangi sebagai sesama manusia. Kenal atau tidak, tahu atau tidak, perempuan atau laki-laki. Tidak ada perbedaan yang bisa membatasi persaudaraan. Jadi, selama kita masih mampu dan ingin untuk membantu, ulurkanlah tangan. Membantu tidak bakalan rugi kan?
Tapi ternyata, kaki mungil yang sedari tadi menuntun langkah-langkah kecilnya tidak lagi sanggup berjalan, dan memilih berhenti.
Karena merasakan perih yang luar biasa pada lutut malangnya, Dila memarkirkan sepeda sembarangan, lalu berjongkok dan meniup-niup lecet di lututnya sambil terus menangis.
Hingga sampai pada menit ke 2 isak tangisnya meluruh, tiba-tiba saja sepasang kaki kecil berbalut sepatu putih berhenti tepat beberapa senti di depan kaki Dila yang tertekuk. Dila mengusap air matanya pelan, kemudian mendongak penasaran.
"Kamu siapa?" Tanya Dila dengan suara sengau.
Anak laki laki pemilik kaki bersepatu putih di depan Dila tersenyum. "Aku Agas." Katanya sambil menelengkan kepala. "Kamu kenapa nangis?"
Dila termangu. Bingung dengan kedatangan anak laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Namun beberapa saat berikutnya Dila menjawab juga. "Kakiku berdarah." Ujarnya lirih setelah lama diam yang mendominasi.
Agas bergeming. Matanya yang bulat dan dinaungi bulu mata lebat nan lentik tampak berkilat ngeri mendapati sepasang lutut kecil Dila yang berdarah. "Sakit ya?" Anak laki-laki ber-hoddie pikachu itu berjongkok. Matanya bergerak-gerak mengamati luka pada kedua lutut gadis kecil di depannya.
Dila mengangguk. Bibirnya sudah kembali melengkung kebawah, siap untuk menangis lagi.
"Aku nggak bisa obatin luka kamu." Tutur Agas jujur. Kemudian buru-buru merogoh saku Tranning birunya, mengeluarkan sesuatu dari sana, dan menyodorkannya pada Dila sambil tersenyum senang seolah-olah apa yang dia berikan bisa membuat anak perempuan di depannya kembali ceria. "Tapi aku punya permen lolipop." Nada bicaranya berubah jadi dua kali lebih riang dari sebelumnya. "Kamu mau?"
Bingung, Dila menatap permen lolipop pemberian Agas. Lama. Sampai akhirnya, bola mata abu-abu cerah milik anak perempuan itu beralih menatap Agas yang masih setia menyunggingkan senyum dengan kening berkerut-kerut. "Permen?"
"Iya!" Jawab Agas antusias. "Kata bunda, makan permen bisa bikin orang nggak sedih lagi." Lanjut anak itu seraya mengerlingkan mata bundarnya yang berbinar menggemaskan.
Dila mengulurkan tangannya ragu-ragu. "Makasih ya?"
"Sama-sama."
"Kamu..kenal aku?"
Agas melongo sebentar, lalu menggeleng polos. "Nggak."
"Terus, kenapa kamu nolongin aku?" Todong Dila. Alisnya yang tipis terangkat tinggi.
Agas tertegun. Senyumnya lenyap. Untunglah, ekspresi itu hanya bertahan beberapa detik saja, karena setelahnya, senyum anak itu kembali mengembang. Lebih lebar dari yang tadi, hingga menampilkan gingsulnya yang manis. "Karena kata bunda, kita sebagai manusia harus saling membantu satu sama lain."
"Kamu nggak marah?"
"Marah kenapa?" Agas mengerutkan dahinya bingung.
Dila mengangkat lolipop yang erat dalam genggaman jemari mungilnya. "Karena permen kamu untuk aku?" Tanya Dila polos.
Agas tersenyum lagi. Kali ini lebih hangat dan lebih bersahabat. "Nggak papa kok. Anak laki-laki memang harus mengalah untuk anak perempuan."
"Itu kata bunda kamu juga?"
"Iya." Agas menjawab girang.
Dila lupa kalau beberapa menit yang lalu dia masih menangis. Sekarang, yang ada dalam fikirannya hanya: betapa baiknya bunda Agas ini. Jadi, gadis kecil berambut ikal sebahu itu langsung berdiri hingga mengundang tatapan bingung dari sepasang bola mata gelap teman barunya. "Kamu mau kemana?"
"Mau ketemu bunda kamu." Ujarnya ceria. Pipinya yang bundar bersemu merah, menandakan betapa antusiasnya ia untuk bertemu sosok perempuan yang melahirkan Agas.
"Untuk apa?"
"Bilang terima kasih. Karena bundamu, aku jadi nggak sedih lagi." Dila meraih stang sepeda, dan menegakkan benda berat itu pelan-pelan sambil dibantu Agas.
Akhirnya, sepasang anak kecil itu berlalu. Melangkah pelan menyusuri jalanan kompleks sambil sesekali tertawa bersama.
Ketahuilah. Kita dilahirkan di dunia ini untuk saling membantu dan menyayangi sebagai sesama manusia. Kenal atau tidak, tahu atau tidak, perempuan atau laki-laki. Tidak ada perbedaan yang bisa membatasi persaudaraan. Jadi, selama kita masih mampu dan ingin untuk membantu, ulurkanlah tangan. Membantu tidak bakalan rugi kan?
Komentar
Posting Komentar