Kasih Tak Sampai [Cerpen Gabriel-Shilla]


Duduk termangu di halte bus dengan backsound hujan deras disore hari yang dingin. Itulah yang sedang dilakukan Shilla sekarang. Gadis cantik itu sedang menunggu bus yang ke 4 jurusan Perumahan Dewa Asri. Komplek rumah tercintanya. Hari semakin sore. Membuat Shilla yang awalnya duduk tenang, sekarang memilih untuk berdiri sambil mondar-mandir sendiri.
Sudah hampir satu setengah jam ia menunggu bus dengan hujan yang semakin lama semakin deras. Shilla melirik jam tangan kecilnya. Seketika itu pula pupil matanya melebar. 15.00 wib. “Astaga. Udah jam 3 ? mampus gue!” Pekiknya tertahan.
Shilla berjalan maju mendekati ujung halte. Kepalanya bergerak bergantian arah dari kanan ke kiri dan dari kiri kekanan. Perasaannya mulai tidak enak. Tentu saja panic. Siapa yang tidak takut menunggu bus sendirian di halte? Hujan pula.
“Ck! Supirnya udah kaya semua kali ya. Nyebelin.” Kata Shilla bersungut-sungut. Bibirnya yang berbentuk kerucut itu sudah maju beberapa senti. Menandakan kalau ia sudah mulai bĂȘte.
Dengan sebongkah harapan yang kembali singgah dihati, Shilla menoleh lagi. Semoga aja ada ya allah, do’anya dalam hati.
Tapi sial melanda Shilla. Bus yang ia tunggu sejak siang tadi belum juga datang. Mengundang kekesalannya yang memang sudah menggunung. Belum lagi tugas fisika yang jumlahnya bejibun itu belum ia kerjakan. Bisa habis gue besok, ucapnya dalam hati. Nelangsa.
Shilla terduduk pasrah di bangku semen halte. Berharap semoga saja ada keajaiban yang menghampirinya dan membawanya pulang. Iseng, Shilla membuka ponselnya. Sontak mata bulatnya melebar.
“Kenapa nggak telfon Ify dari tadi?! Ah bego banget gue!” Maki Shilla pada diri sendiri.
Dengan semangat, Shilla menggerak-gerakkan jemari lentiknya diatas ponsel canggih miliknya. Setelah menemukan nama adiknya, tanpa ragu lagi Shilla menekan tombol hijau dan meletakkan ponselnya mendekati telinga. Senyum manis tidak bisa lagi ia sembunyikan. Membayangkan adiknya yang hero itu datang dengan mobil papanya dan menjemputnya untuk pulang.
Nada sambung terdengar 3x sampai sambungan telefon diangkat.
“Hallo.” Suara serak Ify memenuhi gendang telinga Shilla.
“Hallo sayang! Lo lagi ngapain? Jemput gue dong!”
“Shilla? Lagi nonton. Lo kenapa belum pulang sih?”
“Itu dia Fy! Bus nya nggak ada. Lo bisa jem..”

Tutt...tut..tutt..
Shilla melotot. panggilannya mati bersamaan dengan sms operator bahwa pulsa handphonenya habis. Belum lagi baterai yang hanya tinggal segari itu bertengger manis di sudut kiri ponselnya.
“Sial!” umpat Shilla kesal. “Kenapa gue sial banget!!? Aah! Bete bete!”
Sambil terus bersungut-sungut, Shilla menunggu bus yang sampai sekarang belum juga menampakkan body besarnya yang gagah itu. Sampai sebuah suara berat menganggu konsentrasinya. Shilla menoleh dan mendapati seorang pemuda hitam manis sedang memandang datar kearahnya.
Tubuh tinggi tegap itu berdiri tepat di sampingnya dengan posisi menyandar di tiang halte. Persis seperti serial-serial komik. Cowok ganteng dengan dandanan urakan dan tatapan tajam yang membunuh. Shilla menggelengkan kepalanya. Mengusir baying-bayang gambar ilustrasi kartun jepang favoritenya itu.
“Sendiri? Udah sore lho. Nggak takut?” Ucap cowok itu datar. Matanya sudah beralih menatap jalanan yang basah akibat hujan lebat yang sampai sekarang belum juga mereda.
“Iya. Nggak biasa aja,” Balas Shilla tidak kalah datar. Ish. So cool banget sih. Rutuk cewek itu dalam hati.
Tiba-tiba saja si jangkung itu bangkit dari sandarannya. Berjalan menuju bangku semen dan menjatuhkan bokongnya dengan nyaman disana. Shilla masa bodoh. Pura-pura tidak melihat sambil sibuk melongokkan kepalanya kekiri dan kanan.
Aduh. Besok-besok gue bawa bus sendiri deh ah. Keluhnya dalam hati. Serius. Bete banget kalo mesti nunggu. Eerrr
“Bus nya udah habis.”
Shilla berhenti melongok-longokkan kepalanya. Matanya sudah membelo dengan bibir yang terkatup rapat. “APA?!” Desis cewek itu keras. Sampai-sampai mengalahkan suara hujan deras yang sedang berlangsung. Cowok itu menoleh dan menatap Shilla sekilas. Lalu kemudian menghela nafas berat bersamaan dengan tulang punggungnya yang bangkit berdiri tegak seperti semula.
Cowok keren itu melirik bedge sekolah Shilla dan kemudian mengangguk-angguk paham. Mata tajamnya menatap manic mata Shilla datar. Tanpa rasa bersalah, cowok itu melangkah pergi meninggalkan Shilla yang sedang syok berat seorang diri.
“HEI! JANGAN LARI. LO PASTI BOHONG. LO NGIBULIN GUE KAN?!” Teriak cewek itu heboh. Si jangkung hitam manis itu menghentikan langkahnya, lalu mengangkat bahu tidak peduli. Tanpa menoleh lagi, ia melangkahkan tungkainya menjauh. Menerjang hujan deras yang bisa saja membuatnya sakit.
Shilla melongo beberapa saat. Kembali, cewek itu melirik arlojinya dan berdecak keras. Sudah jam setengah empat lewat sekarang. Terpaksa, ia harus menerobos hujan demi sampai kedepan gang, dan kemudian menyambung perjalanan dengan ojek atau becak yang selalu nongkrong di pondok kecil gang depan.
Nasib! Teriak Shilla dalam hati.
Tanpa Shilla sadari, pemuda jangkung hitam manis yang menghampirinya tadi tersenyum samar. Mengikuti langkah-langkah kecilnya yang terburu-buru dengan tatapan mata waspada.
“Gue jaga dari sini tuan putri,” Gumam cowok itu yang disusul dengan sebuah senyum manis. Benar-benar memesona.

****

Shilla sampai dirumahnya dengan keadaan basah kuyup. Bibirnya yang tidak berhenti mengomel dari perjalanan tadi masih membentuk kerucut saat mendapati adik perempuannya di depan pintu.
“Shilla? Gue tadi kesekolah lo. Kenapa lo nggak ada? Gaya sih. Minta naik bus segala.” Cibir Ify kejam. Shilla masih merengut.
“Biarin ah. Eh tapi..” Kalimatnya menggantung saat ia menatap kedua Ify yang kini sedang mengangkat alisnya bingung.
“Kenapa lo? Kesambet ya?”
Shilla menggeleng cepat. “Bukan itu Fy. Bukan. Tadi gue ketemu pangeran di halte.” Lanjut cewek itu dengan sepasang bola mata yang berbinar bahagia. Ify bergidig.
“Pangeran-pangeran. Salah liat kali. Udah. Mandi sono. Basah semua nih,” perintah Ify kejam. Shilla menatap adiknya dengan tatapan tidak suka. Lalu dengan cekatan ia menjitak kepala Ify dan langsung kabur. Masuk kedalam rumah sambil cekikikan heboh. Berhasil juga dia menjitak si kecil itu. HAHAH
“Shilla! Lo nyebelin!” ify mencak-mencak sendiri di depan pintu. Tentu saja tidak akan pernah dihiraukan kakaknya yang sudah meluncur kelantai atas rumahnya.

***

Hari ini, Shilla kembali duduk termangu di halte bus. Sekarang keadaan sudah berbalik. Kalau kemarin dia menunggu bus yang nggak datang-datang, Sekarang judulnya beda. Semua bus yang lewat ia tolak dengan tegas. Hari ini ia ingin bertemu lagi dengan pangeran komik yang ‘menyadarkan’nya waktu itu. Menyadarkan dengan tanda kutip. Karena kata-kata cowok itu termasuk dalam kalimat sadis.
Shilla melirik jam tangannya tidak sabar. Sekarang sudah jam setengah empat. Sesuai dengan jam cowok itu datang kemarin. Sampai sebuah suara berat itu kembali menembus indra pendengarannya. Dengan senyum yang merekah, Shilla menoleh. Dan benar saja. Pemuda hitam manis itu sudah menyandarkan punggungnya yang sedikit membungku pada tiang halte.
Keren, jujur Shilla. Tentu saja didalam hati. Gengsi cuy!
“Ngapain masih disini? Bus lo udah lewat semua kan?” Tanya cowok itu to the point. Shilla tersentak. Berarti cowok ini melihatnya dari tadi. Atau jangan-jangan cowok ini secret admirernya? Shilla jadi senyam-senyum sendiri membayangkan kemungkinan kedua.
Kedua alis tebal cowok itu terangkat tinggi. Heran melihat Shilla yang sudah mesem-mesem sendiri. “Kenapa lo?”
Shilla tersadar dari lamunannya dan langsung menjawab dengan gugup. “Oh eng.. itu.. Cuma mau bilang makasih aja sih.” Ucapnya. Tak lupa senyum manis yang selalu ia perlihatkan pada dunia. Bermaksud membuat si cowok terpesona. Hehehe..
Cowok itu membeku. Merasa sang waktu mendadak berhenti saat ia melihat Shilla dengan senyum tulusnya. Tanpa sadar, garis bibirnya yang semula datar itu jadi ikut tertarik berlawanan arah. Dengan langkah yakin, ia mendekati Shilla dan mengulurkan tangannya kea rah Shilla.
“Gue Gabriel. Lo Shilla kan?”
Awalnya Shilla terkejut saat mendengar namanya yang terucap bagitu manis dari bibir tipis sang pangeran. Tapi beberapa saat kemudian ceewek itu mengangguk cepat.
“Iya, lo tau...”
“Itu, di seragam lo ada,” Potong cowok itu sambil menunjuk dada kiri Shilla dengan dagu. Shilla mengangguk-anggukkan kepalanya paham, dan segera mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan kokoh Gabriel.
“Salam kenal,” Ucap Shilla dengan nada gembira yang tidak bisa ditutupi. Menyadari reaksinya terlalu berlebihan, cewek itu buru-buru menutup mulutnya malu. Ups, keceplosan. Katanya dalam hati. Gabriel terkekeh pelan. Ya Tuhan, cakep banget! Teriak Shilla histeris. Tentu, dalam hati saja.
“Oke Shilla. Kenapa belum pulang?” Tanya Gabriel sambil memasukkan tangannya kedalam saku ccelana, setelah melepas genggaman singkatnya pada jemari lentik Shilla.
Shilla jadi kelimpungan sendiri. Bilang nggak ya? Timangnya dalam hati. “Eung.. hehe.. gue nunggu lo.” Shilla buru-buru menambahkan. “Cuma mau bilang makasih kok.” Potongnya sambil cengengesan.
Mata Gabriel yang tadi sempat terbelalak kembali normal. Ada perasaan tidak rela saat Shilla hanya ingin menunggunya hanya demi mengucapkan terima kasih. Gabriel menghela nafas berat.
“Oke. Terima kasih anda saya terima.” Gabriel melirik nakal kearah Shilla yang masih tersenyum manis. “Mau diantar pulang tuan putri?” Lanjutnya sopan. Lengkap dengan gaya membungkuk dan tangan yang terulur. Persis seperti seorang ksatria yang mengajak seorang putri untuk berdansa.
Shilla membatu. Matanya terbelalak tidak percaya. Jantungnya berdebar keras, dan hatinya berbunga-buanga. Mukanya? Jangan Tanya. Pipi mulus cewek tinggi itu sudah merah! Persis kepiting rebus. Melting banget!
Gabriel tertawa dalam hati. Geli juga melihat ekspresi Shilla yang sudah salah tingkah tingkat akut seperti itu. “Shilla..” Panggil Gabriel yang sukses membuat Shilla terlonjak.
“eh ngg.. oke.” Shilla meletakkan jemarinya ke telapak tangan Gabriel. Tanpa ragu lagi, Gabriel menggenggam erat jemari cewek itu dan menuntunnya pergi meninggalkan halte.

***

Ify memandang aneh kearah kakak sulungnya yang sedang senyam-senyum sendiri di teras. Malam minggu ini, mereka hanya diam dirumah karena memang status jomblo masih melekat didiri mereka masing-masing.
Shilla sudah bertingkah aneh sejak 3 hari yang lalu. Herannya lagi, kakak sulungnya itu selalu pulang sore sekarang. Kalau ditanya, jawabnya pasti ngerjain tugas. Itu mending. Yang lebih parah lagi nih, kalau mau dijemput sama pak Pri, supir mereka berdua, dia selalu nolak. Bilangnya mau naik bus aja. Kalau ditanya lagi, bilangnya biar mandiri. Apa banget kan?! Tapi muka saltingnya yang kentara itu membuat Ify curiga. Jangan-jangan ada yang disembunyikan oleh kakaknya itu.
Ify menyesap coklat panasnya yang mulai mendingin dengan hati-hati dan perlahan. Matanya masih melirik kearah Shilla yang masih senyam senyum sendiri sambil memandangi layar ponselnya. Ify mendongakkan kepala. Berniat mengintip isi pesan sang kakak. Tapi dengan cekatan, Shilla langsung menjauhkan ponselnya dari jangkauan Ify.
“Nggak boleh liat-liat!” tegasnya sok misterius. Mata bundarnya itu sedikit melotot member penegasan pada Ify, ‘awas-lo-kalo-berani-liat!’. Ify melengos.
“Lo kenapa sih? Kena virus apaan di halte bus? Sampe kayak orang gila gini!” Cerca Ify yang tidak lagi bisa menahan bibirnya untuk terus diam. Shilla menoleh. Menatap adiknya itu dengan pandangan berbunga-bunga.
“Virus cinta Fy,” Jawabnya jujur. Kemudian cewek dengan kulit putih itu kembali asyik dengan ponselnya. Ify sukses melongo parah. Bukan apa-apa. Shilla memang cantik. Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam panjang dengan potongan rata dan poni belah tengah, badannya yang tinggi semampai itu termasuk ideal, ditambah otaknya yang encer. Nggak heran sih kalau ada yang jatuh cinta sama dia. Tapi kalau Shilla yang jatuh cinta? Ini aneh! Seumur-umur, Ify baru kali ini mendapati kakak sulungnya itu sedang terkena virus merah jambu.
“Shill? Lo fall in love?” Tanya Ify sekali lagi. Memastikan kalau kakaknya yang satu-satunya itu memang sedang jatuh cinta. Takut kalau-kalau dia salah dengar.
Shilla menoleh dan mengangguk antusias. “Iya benar! Gue fall in love! Pada pandangan pertama Fy! Ini cinta pertama gue juga!!” Serunya heboh. Mata bundar itu menatap sepasang bola mata sipir Ify dengan tatapan berbinar yang benar-benar berbinar. Bahagia banget!
“Iya gue tau tapi...” perkataan Ify harus terpotong saat jeritan tertahan Shilla membahana.
“Aaaa Ify! Dia ngajak gue ketemuan minggu depan! Gila! Gue deg-degan parah!” Shilla memandang ponselnya sambil melompat dari kursi teras. Ify memandang kakaknya dengan tatapan prihatin. Antara senang dan kasihan juga. Ini ya efek jatuh cinta? Tanyanya dalam hati. Jangan sampe gue begitu deh. Miris banget hidup gue.
Ify hanya mengangguk-angguk sok paham menanggapi seruan kakaknya.

***

Rabu ini Shilla kembali pulang naik bus. Dengan senyum yang terus merekah lebar dibibir tipisnya, cewek itu melangkah anggun menuju halte. Tidak sabar ingin bertemu sang pangeran pujaan hati. Sudah 3 hari berturu-turut ia tidak bertemu si jangkung keren itu. Tentu saja ditambah hari minggu kemarin. Hehehe..
Sampai di halte, tepat pukul setengah empat seperti biasa, Shilla tidak menemukan Gabriel dimana pun disekitar halte. Sepasang matanya hanya menangkap siluet pemuda jangkung dengan kulit hitam manis yang berdiri tepat di tempat biasanya Gabriel bersandar.
Shilla menghela nafas berat. Mungkin Gabriel sibuk, bisiknya dalam hati. Rencananya Shilla hari ini akan mengutarakan isi hatinya pada Gabriel. Mengatakan kalau ia benar-benar kangen dengan senyum manis pemuda itu.
“Lo Shilla ya?” Suara berat itu membuyarkan lamunannya. Shilla mendongak dan mendapati pemuda yang dari tadi menyandarkan punggungnya pada tiang halte yang berjarak kurang lebih 3 meter darinya. Mirip Gabriel. Batin Shilla.
“Iya, kenapa?”
Pemuda itu menatap Shilla dari atas sampai bawah, dari bawah sampai atas lagi. Nggak lama, dia malah mengangguk-angguk sendiri. sambil bergumam, “Pantes. Cantik sih,” dan membuat Shilla mengerutkan keningnya bingung.
“Kenapa ya?” Shilla mengulangi lagi pertanyaannya membuat cowok itu menatapnya intens.
“Kenalin. Gue Rio, adiknya Gabriel. Lo kenal kan?” Cowok itu mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Shilla.
“Oh, iya gue kenal Gabriel kok.” Jawab Shilla singkat. Buru-buru ditariknya lagi genggaman tangan Rio. Merasa tidak nyaman. Rio hanya tersenyum tipis.
“Oke, gue cuma mau bilang sama lo, kalo Gabriel nggak bisa nemenin lo beberapa hari ini. Katanya, dia mau elo dateng sabtu sore kesini. Bisa?” Jelas Rio panjang lebar.
Shilla mengangguk, walau agak ragu. Perasaannya mendadak tidak enak. Seperti ada yang mengganjal. Rio ikut mengangguk dan berpamitan pulang. “Gue duluan.”
Tapi setelah beberapa langkah Rio berjalan, Shilla berteriak, “Rio, emang Gabriel kemana? Dia nggak pa-pa kan?” Rio berbalik dan menatap Shilla ragu. Antara ingin bicara dan tidak.
Hingga akhirnya keluar, “Nggak papa kok Shill. Dia cuma lagi sibuk aja, dan nitip pesan itu ke gue,” lengkap dengan senyum maut yang mirip banget sama Gabriel. (Tapi tetap aja Shilla maunya Gabriel, bukan Rio.)
Shilla mengangguk-angguk paham. Lalu melambaikan tangan kearah Rio yang mulai menjauh.

***


Beberapa hari ini Shilla tampak murung. Membuat Ify mau tidak mau melipatkan keningnya melihat keadaan sang kakak. Heran, kemarin seneng banget, sekarang kok malah galau. Ini adalah hari kamis. Yang berarti sudah menjadi hari ke-4 murungnya Shilla sekaligus H-2 pertemuannya dengan Gariel.
Sejak kedatangan Rio, Shilla merasa ada yang tidak beres dengan pangeran hatinya itu. Kalau cerita sama Ify –yang notabane nya nggak ngerti apa-apa tentang cinta—pasti selalu ditanggapin gini, “Mungkin sibuk kali. Dia kan juga sekolah Shill. Bukan cuma mau ke halte doang sama lo.” Nyebelin banget kan? Shilla jadi males lagi ngomongin Gabriel didepan Ify. Tu cewek nggak peka banget! Seru Shilla dalam hati.
Nggak terasa. Hari ini udah hari sabtu aja. Dan itu berarti, ini hari yang ditunggu-tunggu Shilla. Hari ini Shilla heboh banget. Dari pagi (hari sabtu sekolah libur) sampai siang dia menyandera Ify dikamarnya. Meminta pendapat cewek kurus itu tentang baju apa yang harus ia kenakan. Atau sepatu mana yang harus ia pakai. Sampai tas mana yang cocok buat mempercantik dandanannya.
Ify jadi bete sendiri. pasalnya, dia ada janji sama Sivia –sahabatnya—sabtu ini, yang terpaksa dibatalkan atas desakan Shilla dan atas nama kesetia saudaraan(?).
“Pake yang simple aja deh Shill. Pake jins panjang sama kaos oblong terus jaket atau switter. Udah. Ribet banget idup lo.” Usul Ify yang sudah setengah kesal karena Shilla sibuk mondar-mandir sendiri dikamarnya dengan potongan-potongan baju yang berbeda.
“Ah, elo mah nggak asik Pi!”
“Yee, gue bete nih. Lo salah banget nanyain gue yang beginian. Tanya Zahra sono!” Ucap Ify sinis seraya bangkit dari duduknya. Nggak mau lagi jadi sanderanya Shilla. Ogah! Shilla langsung menjentikkan jarinya. Baru sadar kalau ada Zahra tetangga sebelah rumah yang feminim.
“Okedeh!”
Shilla langsung melesat dan pergi memanggil Zahra. Ify hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah konyol Shilla. “Gue nggak mau jatuh cinta ah,” Gumamnya tanpa sadar. Si dagu tirus itu langsung melesat pergi tanpa menghiraukan Zahra yang sedang diseret paksa oleh Shilla.
Dan disinilah Shilla. Berdiri dengan balutan celana jins panjang dan kaos oblong biru muda yang ditutupi dengan jaket biru tua bergambar doraemon. Baju pilihan Zahra yang –menurut si Zahra sendiri—paling pantas untuknya sore ini.
Senyum Shilla mengambang tanpa henti. Diliriknya jam tangan putih polosnya. Senyumnya semakin melebar saat pelupuk matanya mengangkap arum kecil yang menunjuk angka 4 dan jarum besar dengan posisi tepat di angla 12. Ini waktunya Gabriel datang.
Tapi senyum manis Shilla memudar saat mendapati Rio sedang berjalan gontai kearahnya. Pakaian cowok itu sudah lusuh. Lengkap dengan rambut acak-acakkan dan mata sayu yang memerah. Jantung Shilla berdetak cepat. Nafasnya tercekat saat mencium bau melati dari badan Rio. Perasaannya mendadak jadi tidak karuan.
Rio mendongak. Menatap Shilla sebentar, dan tersenyum tipis saat mendapati wajah cemas gadis pujaan abangnya itu. “Hai Shill.” Sapa Rio lemas. Shilla tidak menjawab. Matanya masih terus mengawasi Rio. Takut kalau pemuda ini berani mengatakan hal macam-macam tentang Gabriel padanya.
Rio menghela nafas sejenak. “Shill?” dengan kasar, Rio membanting tubuhnya ke tempat duduk semen yang biasa Shilla dan Gabriel duduki beberapa hari ini. “Gabriel titip ini,”
Shilla menerima sepucuk surat beramplop merah hati dengan bau parfum yang biasa digunakan Gabriel, yang disodorkan Rio padanya. “Apa ini?”
“Buka aja.”
Dngan hati berdebar, Shilla membuka surat itu. Tanpa sadar, Shilla berhenti bernafas. Shilla tertegun saat mendapati bercak darah di bawah kertas yang berisi tulisan tangan Gabriel. Bola matanya bergerak liar menjelajah isi surat itu.

Dear Shilla,
Hey peri kecil! Apa kabar? Lama ya kita nggak ketemu. Satu, dua, tiga, empat, atau lima hari? Hahaha..
Gue tau lo kengen sama gue. Iya kan? ngaku aja deh Shill. Secara, gue kan ganteng gitu. Eh tapi, lo jangan terpesona ya sama Rio. Dia adek gue yang paling bandel. Sekaligus kembaran gue juga. Nggak nyangka kan? hehehe..

Shilla mendengus membaca bagian ini. Gabriel ada-ada aja. Rutuknya dalam hati.

Shill, sebelumnya gue minta maaf. Seharusnya gue nggak pernah muncul di halte waktu itu. Seharunya gue bisa nahan diri buat nggak ngedeketin elo. Gue nyesel Shill udah mengenalkan diri sama lo. Bukan berarti gue nyesel bisa kenal sama lo. Itu beda. Asal lo tau, gue Gabriel Stevent. Anak SMA Persada yang udah lama banget naksir sama lo. Gue emang bego. Gue nggak berani bilang yang sebenernya sama lo. Gue terlalu takut Shill. Takut buat milikin elo. Gue nggak bisa ngejaga lo lama-lama Shill.

Gue... sakit.
Iya, sakit karena virus cinta elo. Heheh.. nggak ding, bercanda.
Gue sakit parah Shill. Liver. Tau penyakit itu kan? yup! Tebakan lo bener banget! Eh, apa lo nggak nebak ya? Hehe..
Gue liver udah lama kok Shill. Lama banget. Mangkanya, gue nggak mau nembak elo dan buat lo sedih kalo gue pergi nanti. Gue ke-PDan ya Shill? Nggak papa deh. Sekarang gue Cuma mau jujur sama diri gue sendiri, dan tentu aja sama lo.
Ashilla Zahrantiara. Gue suka sama lo. gue sayang sama lo. gue cinta sama lo. udah itu aja. maaf gue nggak bisa jagain lo lagi. Kita udah beda alam peri kecil :)
Maafin gue ya? Gue emang nggak aka nada lagi buat nganterin elo pulang. Tapi bus kita masih ada kan? lo tenang aja Shill. Walau kita udah beda alam, tapi cintaku padamu nggak akan pernah beda dan berubah. Masih sama dan bertambah subur hehehe..
Oh iya, kalo Rio nganterin surat ini, lo harus paksa dia buat jangan nangis ya? Banci banget tu anak!
Yaudah deh, gue udah nggak kuat lagi Shill. Gue mau pamit buat tidur dipangkuan Tuhan. Selamat tinggal peri kecil. I always love you. Now and Forever.

With Love,

Gabriel Stevent.

Shilla mengusap air matanya dengan tangan kiri. Gabriel, cowok dengan tubh tinggi tegap atletis itu ternyata rapuh. Rapuh karena penyakit laknat yang sudah menggerogoti hatinya dengan kejam. Jadi darah itu, darah Gabriel yang memaksakan diri untuk menulis surat terakhirnya untuk Shilla.
“Gabriel,” Gumam Shilla lirih. Perlahan, ia melirik Rio yang sedang menatapnya dengan tatapan sayu dan kosong. “Rio, bisa anter gue ke makan Gabriel?”
Rio mengangguk cepat dan langsung melangkah kedepan. Mendahului Shilla dan memimpin gadis itu menuju makan abang tercintanya.
Shilla duduk bersimpuh didepan gundukan tanah dengan nisan bertuliskan nama pangeran hatinya. Dadanya terasa perih. Miris membayangkah tubuh kurus jangkung pujaan hatinya itu terbujur kaku didalam tanah, dan digerogoti semut-semut merah yang ganas. Perlahan, Shilla mengangkat tangannya dan mengelus lembut nisan Gabriel. Berharap pangeran hatinya itu merasakan sentuhannya dari bawah sana. Mata beningnya sudah dihiasi butiran bening permata yang sudah membentuk sungai.
Makam sudah sepi. Angin sore yang berhembus serasa menusuk bagi Shilla. Hatinya sudah dibawa pergi bersama Gabriel. Laki-laki tidak bertanggung jawab itu merenggutnya tanpa permisi, dan membawanya tanpa ingin mengembalikkan. Shilla ingin bicara. Tapi suaranya tercekat. Tenggorokkannya seperti dihinggapi sebongkah batu besar yang menyakitkan.
“Gabriel..Stevent..” Eja Shilla perlahan. Sama seperti hatinya yang disayat secara berkala saat menyebutkan nama itu.
Rio bergeming. Berdiri di balik pohon besar sambil mengawasi Shilla.
“Aku..juga..sayang..sama..kamu.” Ucapnya perlahan dan penuh penekanan. Menegaskan kalau ia memang benar-benar merasakan hal yang sama dengan pemuda hitam manis itu. Shilla menyeka air matanya sebelum melanjutkan. “Dan kamu percaya?  Aku jatuh cinta sama kamu pada pandangan pertama. Aneh ya?” Shilla terkekeh pelan. Berandai-andai kalau dia memang sedang berbicara didepan Gabriel. Di depan pemuda hitam manis yang sudah berhasil mengambil hatinya.
“Kamu jahat Gab. Kenapa kamu nggak mau ngembaliin hati aku yang kamu curi?” Shilla menghela nafas berat. “Tapi nggak papa. aku disini cuma bisa berdoa yang terbaik buat kamu. Boleh aku nyanyi Gab?”
Shilla manarik nafasnya dalam-dalam. Hingga senandung kecil itu terdengar lirih dari bibir mungilnya yang bergerak teratur.

Tetaplah menjadi bintang dilangit..
Agar cinta kita akan abadi..
Biarlah sinarmu tetap menyinari malam ini..
Agar menjadi saksi, kisah kita..
Berdua...

“Selamat jalan Cinta Pertama. Semoga kamu tenang dipangkuan Tuhan Gab. I love you!”


Heyho! Ini cerpen dadakan yang pengen banget gue ketik! Kenapa couplenya ShIel? Owowow (?) kalian harus tau kawan, cerpen-cerbung ShIel itu dikit banget! Iya, dikit banget kalo dicari dari google! Jadi gue random sendiri masa -_-v Gue sampe putus asa banget nyarinya. Masa, gue ngetiknya ShIel, eh yang muncul begini nih, mungkin yang anda maksud adalah Siviel. Nahloh! Gimana gue nggak bete coba? Asli, gondok banget gue waktu itu. Rasanya pengen req sama penulis-penulis handal buat menciptakan sebuah cerpen ShIel. Tapi sayang pemirsa....... Gue nggak berani req! Ngeri man! -____________________________________-V maka dari itu, gue nekat banget nih ngebuat ini. Dan parahnya lagi nih, ini buatnya Cuma sekali duduk! Yep! Tanpa pematangan! (apa banget deh-_-). Jadi ya maafkan kalau mengecewakan. Etapi gue nggak nuntut buat dibaca juga kok. Cukup buat gue untuk menuangkan apa yang gue fikirkan. Hohoho..

Sekian dari saya, lebih dan kurang saya mohon maaf, kepada Allah SWT saya mohon ampun. Saya akhiri. Wassalammualaikum warahmatullahiwabarakatu!

Salam hangat, penulis amatir!

@artsitaaa

Komentar

  1. udah keliahatan dari judulnya pasti nyesek pake banget nget.. dan ternyata dugan gue gak salah.. nice story..



    numpang promo yaa kunjungi blog gue yaa: obat kista tradisional

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer