Cookies's Love [1]


Cookies’s Love Part 1

Pertemuan singkat yang berarti..

Di setiap langkahku, ku selalu mengingnkan dirimu..
Tak bisa kubanyangkan,hidupku tanpa cintamu..

(sempurna)

****
Usia 17 tahun adalah usia yang muda. Tak seharusnya ada anak seumuran mereka bekerja separuh hari. Namun meski begitu, Rio dan Ify tidak pernah menyerah. Mereka yakin, suatu saat nanti, mereka akan menemukan titik puncak kebahagiaan mereka. Menggandeng kebahagiaan itu bersama-sama.

Rio dan Ify. Mereka adalah dua dari anak yang beruntung mendapatkan beasiswa di SMA BudiBangsa. Mereka itu berbeda. Karena mereka berbeda, mereka akan mencoba untuk saling melengkapi. Apakah mereka berhasil menemukan titik kebahagiaan mereka?

Jalan hidup seseorang tidak selalu mulus. Pasti selalu ada rintangan-rigtangan yang menghadang. Baik kecil maupun besar J 

Apa dua anak ini akan berhasil –lagi- merenggut kebahagiaan yang dulu pernah hilang? Mencoba untuk bahagia. Ituah tujuan mereka saat ini.

Menjadi ‘lain’ itu menyenangkan..
Melihat orang ‘normal’ itu bahagiaa..

Itulah isi diary ify hari ini.Ify menutup diary-nya dengan seulas senyum manis. Dia baru saja selesai melakukan kegiatan rutinnnya setiap malam. Setelah belajar, ia harus menyempatkan diri untuk menulis dibuku Diary lusuh yang diberikan oleh almarhum ayahnya. Gadis itu menghela nafas sebentar.

”selama ini, menjadi ’lain’ itu menyenangkan buat gue.”gumamnya pelan. Sekarang jarum jam sudah menunjukkan angka 09.00 malam. Saatnya untuk tidur dan bermimpi indah. Namun gadis berwajah tirus ini masih saja betah melamun.

Perlahan, Ia beranjak dari duduknya. Diraihnya buku Diary berwarna biru muda itu, dan langsung Ia letakkan kedalam laci. Setelah yakin buku itu aman, Gadis itu membanting tubuhnya diatas kasur. Seketika debu-debu tebal memenuhi ruang pernafasannya.

”huh! Kapan gue terakhir bersihin ini kasur? Bentar aja udah berdebu lagi.”keluhnya malas. Ify membalikkan badannya kearah kiri. Ditatapnya foto sang ayah yang sedang tersenyum hangat.

”ayaah, ify kangen ayah. Ayah disana yang tenang yaa.”suara yang awalnya biasa itu sekarang mulai bergetar. Bibir mungilnya itu sampai bergerak tak tentu arah. Sekuat apapun Ia menahan tangis, tangis itu akhirnya pecah jugaa. Dihapusnya lembut air mata yang kini merembes dipipi mulusnya itu.

”selamat malam ayahh.”setelah itu, ify menarik selimut yang bergambar tokoh kartun stich itu, agar menutupi badannya. Warnanya yang dulu cerah, sekarang sudah mulai terlihat kusam akibat termakan waktu.

’semoga besok semester awal yang menyenangkan!’do’anya dalam hati.

Sekarang, gadis mungil dengan dagu tirus itu terlelap. Berharap memimpikan sesuatu yang indah dan menyenangkan. Esok adalah hari pertamanya sekolah kembali setelah libur selama tiga minggu. Tak seperti anak lain, ify hanya menghabiskan liburnya dengan membuat roti ditoko kesayangannya.

****

Seorang pemuda menggeliat kecil didalam selimut. Badannya yang sedikit berisi dan atletis itu bergerak bergantian arah. Dengan malas, diusapnya kedua mata hitam itu dengan kedua telapak tangan miliknya.

Perlahan, cahaya matahari pagi masuk ke pupil matanya. Ia belum sadar sepenuhnya. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, Ia baru tuun dari ranjang peot itu dengan handuk yang bertengger manis dibahu kekarnya.

Pemuda itu keluar kamar mandi setelah beberapa menit membersihkan diri. Dengan langkah pasti, ia melangkah kembali kekamarnya. Rio –pemuda itu-, adalah salah satu penghuni kost-an yang terletak tak jauh dari tempatnya menuntut ilmu.

Langkahnya terhenti saat mendapati seorang gadis berambut panjang dengan genit mengetuk pintu kamarnya. Rio mendengus. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya menuju ruang pribadi itu –kamar-.

”ngapain loe disini?”tanyanya dingin. Cowok itu bahkan tak mempersilahkan gadis cantik itu masuk. Dengan manja, gadis itu bergelayut ditangan rio. Tentu saja rio tak terima. Ditepisnya tangan mulus gadis itu dengan kasar.

“apaan sih? Abis obat ya loe?!”nada bicara cowok itu sekarang sudah naik beberapa oktaf. Bukannya takut, sang gadis melah merengut manja –lagi-.

“rioooo! Aku kan kangen kamu..”rengeknya persis seorang bayi yang sedang kelaparan. Rio memandang anak perempuan itu dari atas sampai bawah. Dari bawah sampai atas lagi. Setelah itu, Ia menghembuskan nafas berrat. Berat sekali.

”sebenernya mau loe apa sih? Belum puas mengganggu gue? Loe udah kayak gini dari kelas satu shill. Gue muak ngeliat muka busuk loe itu!”ujarnya jujur. Menyakitkan memang, tapi inilah jalan terakhir yang harus ia capai.

Shilla –gadis tadi- menghentakkan kakinya sebal. Ditatapnya rio dengan bibir yng –sengaja di- manyunkan. Rio bergidik. Tak habis fikir dengan jalan fikiran cewek yang ada dihadapannya ini.

”udah, pergi loe sana! Gue mau ganti baju, terus sekolah!”Rio berjalan melewati gadis itu. Shilla menganga cukup lebar. Memang, ini bukan kali pertamanya rio mencuekki dia, tapi yang kali ini aneh. Rio menabrak bahunya kasar.

Saat ingin mengajukan protes, ternyata pintu kamar pemuda itu sudah terkunci. Dengan rasa penuh kesal, Ia menarik tas selempangannya dan pergi dengan mobil yang baru beberapa hari lalu dibelikan kedua orangtuanya.

Sedikit pemberitahuan, shilla adalah anak tunggal dari pemilik kost rio. Dan anak itu sudah sangat lama memendam rasa terhadap Rio. Bahkan dari awal Rio menginjakkan kakinya dirumah kost milik kedua orang tuanya itu. Shilla selalu saja beramsumsi untuk bisa memiliki Rio! Dan yang bisa memiliki cowok itu Cuma Dia!

****

Upacara bendera pagi ini berjalan dengan lancar. Sengatan matahari pagi tak melelehkan semangat murid SMA BudiBangsa (BB). Setelah mendengar nasihat atau juga bisa disebut kultum, dari kepala sekolah, semua murid lantas berdo’a menurut kepercayaan masing-masing.

Disudut lapangan, Ify sedang mendesah hebat. Berkali-kali Ia mengusapkan sapu tangan merah mudanya itu kedahi. Tetapi Air itu tak kunjung henti mengalir. Panas pagi ini benar-benar mengerikan. Pikinya.

Setelah satu jam lebih berdiri ditengah lapangan, entah ini perasaannya saja atau memang benar, langit tampak lebih mendung. Tentu saja Ify tersenyum girang. Gadis itu mengangkat kepalanya keatas.

Ternyata dugaannya salah. Matahari sialan itu masih saja bertengger manis diatas kepala setiap murid. Dan saat ia menormalkan kembali letak kepalanya, mata beningnya menangkap sosok tinggi hitam manis sedang berdiri tegap didepannya.

Ify mengangkat satu alisnya heran. “loe..” belum sempat melanjutkan kalimatnya, cowok itu segera berbalik dan menatap Ify tajam. Mendadak Ia merasa sangat kecil sekarang. Si pemuda jangkung itu hanya terkekeh, dan kemudian kembali berdo’a.

Upacara, finish! Ify girang bukan main saat upacara bendera yang melelahkan itu selesai. Dengan cepat, ia langsung kabur kekantin sekolah. Setelah menemukan apa yang Ia cari, Ify duduk disalah satu kursi kantin dan menyesap Air mineralnya hingga habis.

”ify! Kenapa ninggalin gue sih?”omel seseorang dari arah pintu kantin. Ify menoleh, sejurus kemudian cewek itu nyengir tanpa rasa bersalah. Susunan behel berwarna merah muda itu kini terlihat jelas.

”hehehe, maaf Vi. Tapi tadi haus banget tau. Mana panas banget lagii.”

”iya-iya. Eh, minumnya udah dibayar?”tanya gadis itu sambil menunjuk botol mineral ify dengan hati-hati. Takutnya gadis mungil itu tersinggung. Namanya juga Ify. Boro-boro tersinggung, manyun juga nggak. Cewek itu malah tersenyum tulus dan mengangguk kecil.

Sivia mengangguk. Gadis berlesung pipi itu adalah teman sebangku Ify sejak kelas X. Dan dikelas XI ini, mereka sekelas lagi dan duduk sebangk lagi. Sivia memang ’lain’ dari Ify. Anaknya kalem, pinter, baik, ramah, nggak pelit lagi.

Ify sering berdo’a pada tuhan agar suatu saat mereka tidak akan terpisah. Tetap bersama dan tetap berbagi. ”kenapa liatin gue-nya gitu amat sih? Ada yang salah yaa?”ucap Via ringan.

Ify menggeleng. ”enggak. Loe cantik harii ini.”puji Ify tulus. Sivia hanya tersipu.

”nggak balik kekelas?”

”balik lah. Bareng loe kan?”

“heeh. Yukk.”

Kedua gadis itu akhirnya hilang ditelan orang-orang yang baru saja lewat dan melintasi kantin depan dengan santai. Tahun ajaran baru yang.. kurang memuaskan!

Rio menepis keringat yang terus mengucur didahinya. Cowok itu sekarang sedang ada dikantin. Setelah berdiri tegak selama satu jam (kurang lebih) membuatnya terasa sangat kekurangan ion.

Tadi, Ia bertemu gadis itu. Gadis yang bisa membuatnya tersenyum. Walau senyum itu tipis sekali untuk dilihat. Rio meneguk Air putih yang tadi dibelinya di kios minuman.

Berhubung SMA BudiBangsa itu adalah SMA berkualitas, kantin disini jadi dibagi beberapa kios. Ada kios minuman, makanan, cemilan, dan masih banyak lagiii. Dan disini, kantin mereka nggak pake uang.

Cukup memberi kartu kantin, mereka bisa belanja sepuasnya. Enak kan? Yaiyalah. Wong yang sekolah disini juga bukan orang ’biasa’.

Setelah minumnya habis, Rio melempar botol Aqua kosong itu ke tong sampah. Saat ingin berdiri, Ia mendengar seruan dengan suara nyaring. Ditolehkannya kepala miliknya kearah nara sumber.

Gadis itu. Rio tersenyum simpul. Sepertinya gadis itu memang diciptakan untuk membuatnya tersenyum. Sejak masuk SMA ini, Rio jarang sekali tersenyum. Belajar mati-matian membuatnya seperti disangkar burung. Beasiswa yang ia dapat harus ia pertahankan mati-matian. Itulah sebabnya cowok itu jarang tersenyum. Ia terlalu larut dalam dunia beasiswa.

Dia baru kali ini bertemu dengan gadis berwajah tirus itu. Saat melindunginya dari cahaya matahari pagi tadi, wajah gadis itu sudah merah seperti kepiting rebus. Dan saat ingin protes, dia melarangnya. Membuat gadis itu mati kutu.

‘lucu.’katanya dalam hati.

Setelah melihat gadis itu berjalan pergi keluar kantin, rio ikut keluar dengan pikiran yang kini dipenuhi wajah gadisnya itu. Senyum nya, Muka merahnya, Hidung mancungnya, bibir tipisnya. Aahh, gadis itu benar-benar mempesona.

****

Sambil bersenandung riang, ify mengayuh sepedanya dengan semangat. Rentetan pagar digiginya itu tak pernah lepas untuk bisa dilihat. Hari pertama disekolah, tidak terlalu buruk. Hari ini, dikelasnya yang baru, ify juga bertukar teman sebangku yang baru.

Nama anak itu Mario Stevano. Wajahnya yang tampan dengan hidung pesek itu membuat Ify selalu ingin untuk memandangnya. Tak ingin lepas sedikitpun. Ia senang memiliki teman baru. Kedua alis tipis diatas matanya, menambah kesempurnaan cowok itu.

Ternyata dia juga anak beasiswa. Orang tuanya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Lebih tepatnya tujuh belas tahun yang lalu. Mereka sekeluarha kecelakaan. Dan Rio dibawa oleh warga, lalu dititipkan dipanti asuhan. Jadilah anak laki-laki itu tinggal sendirian. Sebatang kara. Hanya dengan penghasilan kerjanya –yang ify nggak tahu apa-, dia bisa makan.

Sebenarnya Rio nggak pernah mau menceritakan kisah hidupnya dengan siapapun. Yang tahu asal usulnya hanya gabriel. Tapi bukan Ify namanya, kalau cewek itu nggak berhasil membuka kartu orang. Sifatnya yang cerewet dan bawel itu membuat orang yang ditanya menyerah, dan akhirnya buka mulut. Cocok menjadi wartawan.

Sepertinya Ify terlalu larut dengan dunianya sendiri, Ify sampai lengah dan tidak melihat ada sebuah motor ninja dari arah berlawanan. Ninja itu semakin dekat, dan.. BRAAK! Bunyi yang sangat mengenaskan itu terdengar, diiringi teriakkan seorang gadis tak bersalah. Dan penabraknya, kabur.

“aww, heh! Siapa yang berani nabrak gue?! Sini loe! Huu!”saat sedang asyik-asyiknya berkhutbah, sepeda berwarna hijau muda terparkir tepat disamping sepeda merah mudanya. Ify menoleh. Posisinya masih belum berubah. Anak perempuan itu masih terduduk dengan posisi ngesot.

“loe nggak papa?”tanya cowok itu dengan nada ketus. Ify merengut. Niat nolong nggak sih?! Katanya dalam hati. Tapi setelah berfikir 2x, jawaban yang ada diotak cewek itu Cuma.. gelengan halus dengan senyum manis yang tersungging.

”nggak papa. Thank’s yaa.”

”hem..”pemuda itu turun dari sepedanya, lalu berjongkok. Dilihatnya lutut Ify yang kini mengeluarkan darah dengan seksama. Ify yang melihat itu kontan lemas. Ia tidak memiliki nyali sama sekali untuk melihat darah. Setetes pun darah. Gadis ini phobia darah.

”nggak papa kan?”tanya pemuda itu sekali lagi. Sekarang, ify hanya menatap pemuda itu dengan tampang memelas. Matanya mulai berkaca-kaca. Sang pemuda hanya melengos. Lalu berdiri lagi untuk menyingkirkan sepeda Ify. Dengan telaten, dituntunnya Ify kebawah pohon mangga.

Pemuda itu mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tas selempangannya. ”ada tisu nggak?”Ify menggeleng lemah. Pemuda iu hanya mengangguk. Kembali Ia merogoh tasnya, dan mengeluarkan sapu tangan berwarna ungu.

”tahaan sebentar. Ini Cuma perih dikit aja kok.”pemuda itu menyiram air mineralnya disiku Ify yang erdarah. Cewek itu hanya bisa meringis menahan sakit. ”tahan. Cuma perih sedikit.”kata pemuda itu sekali lagi.

”eh, sapu tangan loe gimana? Nanti kotor kena darah gue.”

”nggak papa. Kan masih bisa dicuci. Kalo luka loe dibiarin bisa infeksi.”

Ify mengangguk. Mata coklat gelapnya itu kini menelusuri setiap lekukan wajah pemuda yang menolongnya itu. Sungguh tampan laki-laki ini. Tapi sayang, sikapnya yang cuek dan dingin itu membuat kesan pertama orang menilainya buruk.

”emm rio..”pemuda yang ternyata bernama rio itu lantas mengangkat wajahnya dan menatap Ify dengan satu alis terangkat. Ify tersenyum lagi. Sepertinya gadis ini memang mempunyai hobi mengumbar senyum.

”apa?”pemuda bernama rio itu, melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Ditiupnya luka Ify dengan lembut. Ify merasa bulu kuduknya merinding. Ini benar-benar romantis. Fikirnya.

”makasih ya?”Untuk yang kedua kalinya, rio mendongak dan menatap Ify bingung.

”untuk apa?”tanyanya heran.

”untuk hari ini! Loe udah nolongin gue dua kali. Loe yang berdiri didepan gue tadi pagi kan?”rio menghentikan aktifitasnya sejenak. Tapi beberapa detik kemudian, cowok jangkung itu sadar dan langsung menjawab.

”hmm.. sama-sama.”hanya itu! Cuma itu! Iya, itu aja! Nggak ada yang laiiin! Ify melongo seketika. Sesingkat itukah?

”nah, udah selesai. Lain kali, kalo bawa sepeda itu dipinggir. Kalopun mau ditengah, loe mesti konsen.”setelah menasehati ify sebentar, pmuda itu pergi. Tapi baru tiga langkah, ia kembali berbalik.

”sapu tangan gue balikin besok.”

”iyaa. Makasih rio!”

Setelah yakin kakinya sembuh, ify kembali mengayuh sepedanya dengan riang kembali. Ini seperti mimpi. Anak laki-laki itu ternyata tak seburuk yang orang-orang kira. Kembali cewek itu mengkhayal, tapi lebih berhati-hati sekarang.

Ify memarkirkan sepedanya tepat dismping toko kue yang terletak tepat dibelakang sekolahnya. Ini hari pertama masuk sekolah. Dan hari biasa masuk kerja. Selama liburan, ify terus menghabiskan sepenuh hari nya untuk bekerja.

Dengan langkah riang, dibukanya pintu masuk dengan senyum yang sumringah. Suara bel yang beradu dengan kayu berbentuk pintu itu terdengar nyaring. Seorang wanita muda lantas melihat kearah datangnya suara. Senyum manis berkembang seketika diwajahnya, saat melihat siapa yang datang.

”hallo ify. Wajahmu semakin cerah ya?”sindir Mbak Angel. Salah satu pekerja toko roti tempat ify bekerja juga. Dia disini menduduki jabatan kasir. Ify membalas senyuman Mbak Angel dengan semangat.

”mbak Angel bisa aja. Hehe.”dengan gerakkan angkah yang santai, gadis itu masuk lebih dalam lagi ketoko. Setu tangannya sibuk menenteng tas sekolahnya yang harus ia letakkan didapur. Sedang tangannya yang satu lagi sibuk memasang celemek.

”perlu dibantu?”tawar Mbak Angel ramah. Ify menggeleng lalu tersenyum –lagi-. Mbbak Angel terkekeh melihat tingkah ify. Perempuan muda itu sudah menganggap Ify sebagai adik kandungnya sendiri.

”emm.. fy.?”

”ya mbak?”

”ini awal semester kan? Nihh.”mbak Angel memberikan sekotak kado besar untuk Ify. Wajah gadis itu tampak binging.

”apaan nih mbak?”

”udah. Terima aja dulu. Buka-nya dirumah yaa?”Ify mengangguk. Selanjutnya, ia masuk kedapur untuk mulai bekerja.

Dilain tempat, rio baru saja sampai di tempat kostnya. Anak laki-laki itu membopog sepedanya kekamar. Perjalanan siang ini serasa pejalanan paling panjang yang pernah Ia lalui. Setelah melepas tas ranselnya, ia merebahkan badannya kekasur.

Kebetulan, hari ini tidak ada jadwal bekerja atau latihan. Jadi, ia bisa bersantai di kost-an, atau mungkin mengerjakan p.r nya. Tapi sepertinya pemuda itu lebih tertarik memandangi langit-langit kamar kost-nya.

Pikirannya melayang kembali kekejadian beberapa menit lalu. Gadis itu lagi. Kenapa selalu ada saat dirinya sedang dilanda kepenatan? Melihat senyum gadis itu saja, rasanya seperti melihat bidadari turun dari khayangan.

Rio menarik ujung bibirnya kedua arah yang berbeda. “dia benar-benar lucu.”gumamnya pada diri sendiri. Setelah cukup lama menatap langit-langit kamarnya, cowok itu memilih menyambar handuknya dan segera mandi.

Mandi siang memang benar-benar menyegarkan badan dan pikiran.

Seperti biasa, shilla menunggu Rio didepan kamar mandi. Sepertinya gadis berambut panjang itu selalu tahu jadwal mandi Rio jam berapa. Ngomong-ngomong soal shilla. Anak gadis itu adalah anak dari ibu kost rio. Udah tau kan?

Gadis berbehel itu sudah lama mengejar cinta rio. Tapi apa? Hasilnya nihil. Rio sama sekali tidak menganggap anak itu ada. Meskipun shilla termasuk cewek cantik-dengan-kulit-mulus-dan-badan-seksi, Rio tetap tidak menoleh sedikitpun dengan
Gadis itu.


****

Pagi ini tidak begitu bersahabat. Hujan yang mengguyur bumi kita tercinta semalam membuat rintik hujan gerimis dipagi ini. Ify menatap keluar jendela. Anak itu mendesah berat. Ini adalah sekian kalinya Ia mengeluarkan desahan.

“Ify, kok belum berangkat?”tanya Bunda Gini dari dapur. Beliau sedang membuat kue untuk dititipkan diwarung-warung tetangga. Ify menoleh dan menyahut.

“masih hujan bun. Gimana aku mau pergi?”

“kamu punya jas hujan kan?”sekarang, wanita paruh baya itu menghampiri anak semata wayangnya itu. Dibelainya rambut hitam ify yang mulai panjang.

“tapi kan tetep aja basah bun.”ify memutar kedua bola matanya kesal. Bunda hanya tersnyum. Dituntunnya ify untuk duduk dikursi yang ada diruang tamu.

“kamu tau sesuatu tentang ayahmu?”ify menggeleng. Gadis itu hampir tahu semua tentang ayahnya. Tapi kalau soal hujan, sekolah, dan jas hujan, Ia tak pernah tahu. Rasa penasaaran yang besar mulai menguasai perasaannya.

“ayahmu itu adalah pilot yang hebat.”pandangan Bunda Gini kini menerawang. Ayah ify memang seorang pilot handal.

Beliau meninggal karena serangan jantung. Padahal laki-laki itu sering mengecek keadaannya setiap bulan. Dan tidak ada tanda-tanda sakit jantung. Tapi apa boleh buat? Nggak ada yang mustahil kalau itu semua sudah berurusan sama Tuhan.

“dia suka sekali akan hujan. Saat masih kecil, beliau juga sepertimu. Berangkat sekolah pakai sepeda. Beliau juga anak yang pintar seperti dirimu sekarang ini.”Ify mulai tertarik dengan topik yang dibicaraan bundanya. Mata gadis itu kini berbinar-binar.

“ku tahu? Suatu hari, hari itu adalah hari senin. Susana mendung dengan langit yang sangat gelap membuat semua anak malas untuk bersekolah. Apalagi dizaman itu, mobil dan motor belum ada. Jadi, semua anak menggunakan sepeda.”

“tapi ayahmu ngotot untuk bersekolah. Dia bilang, ‘hujan bukanlah penghalang kita sekolah. Hujan adalah anugrah tuhan untuk bumi kita’. Diusianya yang belum bisa dibilang besar, beliau telah berhasil mengucapkan kata-kata penyemangat yang bagus. Dan kau tahu? Beliau menjemput bunda untuk pergi sekolah bersama. Saat itu bunda menolak, dengan alasan dingin. Kau tahu –lagi-? Beliau mengeluarkan jaket tebal berbulunya yang merupakan hadiah ulang tahun dari kakakmu untuknya waktu itu.”

Ify termangu. Gadis itu masih menanti-nanti kata apa lagi yang akan dilanjutkan bundanya. Sambil sedikit memajukan kursinya ify merenung. “terus apalagi bun?”desaknya tak sabar. Bunda tersenyum.

“dia memakaikan itu kebadan kecil bunda. Rasanya hangat sekali. Karena sudah merasa hangat, bunda langsung menyetujui usul ayahmu untuk ikut bersekolah. Kakek dan nenekmu bangga sekali saat itu.”bunda menutup ceritanya dengan seulas senyum

“bunda harap, Ify akan menjadi anak yang tegas dan paantang menyerah seperti ayah.”katanya lembut. Ify tersenyum haru. Dipeluknya tubuh kurus tinggi itu dengan erat. Tak terasa, setetes air jtuh dari matanya.

“ify akan berusaha keras seperti ayah! Terima kasih bundaa.”setelah meepas pelukkannya, ify menyambar jaketnya dan langsung menyalami punggung tangan bunda gina.

“ify pergi bun.”

“hati-hati.”

“iyaa.”

Rio memilih berteduh di halte Bus tersekat. Ia sedang terjebak hujan sekarang. Jaket tebal yang ia pakai sudah basah kuyup. Tadinya shilla menawarkan agar Ia pergi engan cewek itu. Tapi dengan tegas rio menolak. Bisa-bisa gendang telinganya pecah mendengar seruan manja shilla sepanjang perjalanan.

Cowok itu menusap-usap telapak tangannya. Sepertinya Ia berharap agar usapan tangan itu menghasilkan sedikit kehangatan dalam dirinya. Rambut hitamnya itu sudah basah kuyup sekarang.

Rio menghela nafas. Inilah nasib jadi orang miskin. Katanya dalam hati. Rio menjatuhkan badannya disemen tempat duduk halte. Halte itu sendiri sedang kosong sekarang. Jam sudah menunjukkan pukul 16.45 wib. Itu artinya, waktu yang rio punya untuk sampai disekolah hanya beberapa menit lagi.

Cik.. Cik..

Suara cipratan antara sepatu dan air membuat rio menoleh. Sekarang ia tak sendiri lagi. Disampingnya sekarang, berdiri seorang anak perempuan dengantubuh mungil yang diselimuti jaket berwarna Biru muda. Badan mungilnya itu sedikit gemetar.

Rio memperhatikan anak perempuan itu dengan seksama. Mulai dari sepatunya, sepedanya, dan seragamnya. Hey! Sepertinya gadis itu satu sekolah dengannya. Rio mengangkat tangannya. Bermaksud untuk menyentuh bahu gadis itu. Tapi saat tangannya hampir sampai, gadis itu membalikkan badannya.

Jantung rio serasa berhenti berdetak. Tanpa sadar, anak laki-laki itu menahan nafasnya. Rio merasa semuanya lenyap sekarang. Yang ada hanya dia dan gadis itu saja. Bahkan suara hujan yang semakin deras itu tak terdengar sama sekali olehnya.

Beberapa detik kemudian Rio sadar. Dihembuskannya nafas dengan lega. Bertemu gadis itu ternyata membuat efek yang cukup membahayakan baginya.

“rio? Kenapa loe ada disini?”tanya gadis itu dengan tampang lugunya. Rio melengos dan langsung buang muka. Entah mengapa, setiap bertemu gadis ini, ia selalu merasa hatinya berdesir. Hanya karena pertemuan singkat itu, ia merasa gadis disampingnya itu berarti.

“kehujanan.”jawab rio sekenanya. Gadis itu hanya membulatkan bibirnya. Dengan kaget, gadis itu melirik arloji hitam kecil yang melingkar manis dipergelangan tangannya.

“yaampun! 20 menit lagi masuk! Gimana nih? Hujannya nggak berhenti lagi. Cx!”gadis itu sibuk celingak-celinguk dengan lincahnya (?).

“ify!”tiba-tiba dari arah kanan, terdengar suara seruan seseorang. Dengan kompak, rio dan ify –gadis tadi- menoleh. Ternyata itu Sivia. Gadis berambut sebahu itu melambaikan tangannya kerah ify dan –mungkin- rio. Mobil sport-nya itu perlahan mendekat.

“bareng gue aja. Sepeda kalian biar dititip disini. Nanti pulang sekolah ambilnya. Gimana?”tawar Sivia. Ify mengangguk tanpa ragu. Berbeda dengan Rio. Anak laki-laki itu tak bergeing. Sebenarnya ia sedang berpikir banyak.

“yo?”panggian ify membuatnya tersentak. Rio menganggu tipis, dan ikut masuk kedalam mobil hitam milik sivia.

Selama diperjalanan, mereka hanya diam. Sivia sibuk dengan BB-nya. Mungkin anak itu sedang asyik BBMan dengan pacarnya –gabriel- Rio dan Ify masih sibuk mengeringkan rambut mereka yang basah kuyup. Untung saja buku-buku mereka tidak ikut basah.

Saat ify membalikkan kepalanya kearah kanan, rio juga melakukan hal yang sama, tapi berbeda arah. Astaga! Mata mereka sekarang bertemu. Manik mata mereka bertemu. Rio memanfaatkan kesempatan itu untuk menatap ify dalam-dalam. Dia memang benar-benar periang. Seru Rio dalam hati.

“ehem.. udah sampe nih. Maaf ganggu.”sivia terkekeh melihat kegelagapan Ify dan Rio. Kedua anak manusia itu malah saling membuang pangdangan. Ify turun dengan muka yang persisi kepiting rebus, sedangkan Rio masih tetap dengan gayanya yang Stay Cool.

****

Waktu istirahat yang begitu ditunggu-tunggu. Ify memilih duduk diperpustakaan seorang diri saat jam istirahat. Gadis itu jarang sekali ketempat yang namanya kantin. Sarapan bergizi dari bundanya setiap pagi sudah cukup untuk membuatnya semangat setiap hari.

Ify berjalan menyelusuri setiap Rak buku yang ada. Mata sipitnya sibuk bergerak kanan-kiri-atas-bawah untuk mencari buku bagus. Cring! Bagaikan ada cahaya lampu didepan matanya, ify menemukan buku bagus dengan sampul berwarna Ungu.

Ditariknya buku itu dari kumpulan buku lain, lalu gadis itu memilih duduk disudut perpus. Saat ingin menarik salah satu kursi, ternyata ada tangan lain yang juga menariknya. Ify mendongak.

“cx! Loe lagi loe lagi! Kenapa sih, loe hob banget ngeganggu gue?”kata rio ketus. Ify melotot maksimal.

“yee, siapa juga yang ngeganggu loe? Gue dapet kursi ini duluan.”sahut Ify kesal. Rio melengos. Dari pada ribut, mending dia pindah. Saat ingin beranjak, ternyata satu tangan-nya ditahan seseorang. Ify lagi ify lagi.

Seperti biasa, cewek itu Cuma nyengir tanpa dosa sambil berkata. “sini aja. Kita belajar bareng.”

“nggak mau! Enek tau ngeliat muka lo!”

PUUK!

Satu buku tebal mendarat mulus dikepala Rio. Ify menatap cowok itu dengan tajam. Sepertinya berniat ingin menakut-nakuti rio. Tapi yang ditakuti malah melengos.

“iya ah! Nih, gue duduk! Udah, jangan berisik loe!”

Ify tersenyum puas. Ternyata memiliki sifat bawel bin cerewet iu tidak terlalu buruk. Buktinya, sekarang rio lebih banyak bicaranya dibangding kemarin. Kalau ditanya, paling Cuma jawab. “ya” “nggak” “hmm” “nggak tahu.”. nah, sekarang dia mulai masuk perangkap gue. Sorak Ify dalam hati.

Bersambung..

Komentar

Postingan Populer