Perfect [cerpen]

Sebelumnya, ini hanya peringatan. Cerita yang saya buat ini Cuma fiksi. Khayalan saya belaka. So, saya minta maaf apabila ada kesamaan nama, tempat/ cerita.

But.. thanks buat yang udah mau baca. Terima kasih ya.. hoho :3
Sebelumnya saya ingetin lagi deh. Biar lebih klop(?), mending puterin lagunya simple plan-perfect  dan welcome to my life. Baah dijamin nge-feel  deh *maksa*
Oh iya, ini cerpennya terinspirasi dari lagu perfect itu. Nyetuh banget tau. Okesip.

Happy reading all

Hay dad..
Look at me..
Think back and talk to me..

Suara rebut-ribut terdengar dari ruangan itu. Ruang besar yang menjadi ‘sarang’ sang ayah. Rio menundukkan kepalanya dalam-dalam. Mencoba menahan gejolak emosi yang sejak tadi ingin keluar dari dadanya. Jari-jari kokohnya saling menggenggam satu sama lain, hingga membentuk sebuah kepalan keras.

Pak Arya menatap lurus kearah anaknya, memperhatikan setiap detil pahatan sempurna dari sang maha kuasa. Anak itu.. Benar-benar mirip dengannya. Hidung yang tidak terlalu menjulang, bibir tipis yang selalu kaku, mata sayu dengan tatapan tajam, dan rambut ikal yang sudah mulai panjang dibiarkan menyentuh kerah kemejanya.

“kamu harus jadi penerus bisnis ini Yo.” Katanya serius.

Rio mengangkat kepalanya menatap sang ayah. Kerut wajah yang mulai terlihat itu tak mengurangi ketegasan diwajah beliau. Dengan mata memicing, Rio mendesis, “Kenapa harus Rio Pa? Apa Iyel aja nggak cukup?”

Hanya helaan nafas yang keluar daribibirnya. Kumis tipis yang dipelihara ayah Rio itu tampak mulai menebal. Tumbuh liar disekitar bibirnya. Kembali ditatapnya sang anak. Kali ini dengan tatapan lelah. “Kenapa kalian nggak ada yang mau menggantikan papa? Begitu terkutuknyakah seorang pembisnis dimata kalian?”

Rio melengos. Baru saja ia akan menjawab pertanyaan sang ayah,  tiba-tiba terdengar suara decitan pintu. Keduanya menoleh spontan. Ada Gabriel diambang pintu. Masih dengan menggunakan jas kebanggaan ayahnya itu. Dilengkapi dengan broskecil dengan lambang Haling Crop disudut kiri kemeja elegannya.

Gabriel berjalan perlahan. Meraih satukursi yang tersisa disebelah Rio, lalu menghempaskan bokongnya dengan keras. Sang Ayah hanya menatap nya bingung. Begitu pula Rio. Matanya memicing. Menatap Gabriel dengan tatapan penuh selidik.

“Lo nggak papa Gab?” Gabriel menggeleng. Cowok itu menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Kini, kedua mata sayu cowok itu terpejam rapat.

“Pa.. Iyel capek.” Gumamnya pelan. Rio tersentak. Kakak kembarnya itu.. mengeluh. Hal yang jarang sekali dilakukannya. Seorang Gabriel Stevent. Cowok itu anak sulung idaman semua orang tua. Penurut, tegas, nggak banyak bicara, dan.. sempurna. Sekarang sedang mengeluh didepannya dan Ayah mereka.

“Nggak usah liatin gue segitunya juga kali Yo.”

“Lo ngigo ya?”

Gabriel menggeleng lemah. Perlahan, cowok itu membuka matanya. Menatap saudara kembarnya itu seraya tersenyum. Rio mengernyit. Apa maksud kakak kembarnya ini? berbagai pertanyaan aneh mulai singgah dikepala Rio. Penasaran, cowok itu menggeser kursinya agar lebih mendekati Gabriel, dan membisikkan sesuatu.

“Lo kenapa?” Tanya Rio sedikit berbisik. Gabriel menggeleng tanpa menoleh. Tatapannya masih tertuju pada sang ayah. Dengan satu tarikan nafas, Gabriel membuka pembicaraan.

“Pa.. Gabriel udah mutusin buat sekolah pilot.. di Belanda.” Tutur Gabriel mantap. Pak Arya mengernyit. Menatap putra sulungnya dengan raut wajah penuh tanda Tanya. Reaksi Rio malah lebih parah. Anak itu sampe melongo mendengar pengakuan saudara kembarnya.

“Kenapa?”  hanya itu yang keluar dari bibir Tuan besar Haling. Raut mukanya berubah lebih tegang dari semula. Rio yang sudah sadar mulai menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan diluncurkannya kepada Gabriel setelah keluar dari ruangan ini.

Gabriel menatap ayahnya dengan tatapan memohon, “Karna Iyel mau mengejar cita-cita Iyel Pa. Iyel bakal buktiin kalo Iyel bisa. Percaya Pa. Iyel bakal balik lagi kesini.. Dengan pesawat Iyel sendiri, dengan menantu idaman papa, lengkap sama cucu papa yang cantik atau ganteng. Iyel janji Pa.”

PUUUK!

Toyoran gratis mendarat mulus dikepala Gabriel. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Rio. Cowok itu tampak mencibir. “Lo mikir kejauhan bego! Mau sekolah apa hamilin anak orang?” kata Rio sarkartis.

Raut tegang yang tadi dipasang Tuan besar Haling langsung berubah Rileks. Ia sadar kalau kedua anak kembarnya ini memang tidak memiliki minat memegang perusahaannya. Dihembuskannya nafas lega. Ternyata tidak begitu buruk juga jika anak kembarnya itu memilih cita-cita mereka masing-masing.

Saat ingin mengucapkan sesuatu, pintu kebesarannya kembali terbuka. Memunculkan seorang pemuda tinggi tegap dengan gaya rambut spyke , yang juga dilengkapi cengiran tanpa dosa dan mata belo khas miliknya.

“Udahlah pa, nggak usah paksain kak Iyel sama kak Rio. Deva mau kok jadi penerus Haling Crop.”  Katanya santai, seraya menarik pelan satu kursi lain dengan ukiran kayu mahoni disana untuk duduk diantara kedua kakak kembarnya. Mata belonya itu menatap ayahnya dengan lembut.

Gabriel dan Rio menatap adik mereka dengan pandangan lo-emang-penyelamat-kami-banget-dev. Deva nyengir garing membalas tatapan kedua kakaknya itu. Dia memang sudah bercita-cita menjadi pembisnis hebat seperti sang Ayah sejak lama.

Pak Arya tersenyum bangga pada ketiga putranya itu. Dengan senyum yang mengembang Ia memutuskan, “Baiklah, papa akan membebaskan kalian memilih jalan hidup kalian sendiri. Untuk Gabriel, buktikan janji kamu sama papa. SEMUANYA. Tanpa terkecuali.”

Gabriel meneguk ludahnya dengan susah payah. ‘Mampus gue. Mesti cari bini di Belanda nih. Gue kan nggak suka yang bule-bule, elaah. Ah tapi bodoklah, siapa tau ada aja bidadari jatuh dari surge di hadapanku.’ Batin Iyel ngaco.

Tatapan Pak Arya beralih kea rah Rio yang masih duduk manis disebelah Kanan Deva, putra bungsunya. “Rio, kamu mau janji sama papa?” Rio mengangguk.

“Rio bakal janji sama papa, Rio bakal jadi Dokter yang baik dan benar. Dokter yang dikenal di Negri juga Diluar Negri. Lengkap juga dengan Menantu dan cucu yang bakal buat Papa bangga.” Tuturnya tegas.

Deva yang tadinya sedang meminum –bekal- minumannya langsung tersedak mendengar penuturan sang kakak. “UHUK UHUK!”

Rio dan Gabriel sontak menoleh, dan dengan reflex kedua saudara kembar itu menepuk-nepuk punggung adik semata wayang mereka dengan panik. Deva langsung mendelik. “Hoi gila! Gue bisa mati lo gebuk-gebuk begitu. Elah. Sarap lo pada!” amuknya kesal.

Kedua saudara kembar itu Cuma nyengir tanpa dosa pada sepasang mata bulat adik mereka yang makin melebar. “Sorry Dev. Elo sih pake acara batuk-batuk segala.”

Deva melengos. Bisa-bisanya mereka bicara serempak begitu. Dengan kalimat yang sama pula. ‘ikatan batin kali yah.’ Batin Deva masa bodoh.

“Ehem. Papa tunggu janji kalian. Deva,kamu mulai belajar dari sekarang. Sekarang kan kamu sudah kelas 2 SMA, papa nggak mau tau, kamu harus bisa meneruskan bisnis papa ini. kalau bisa, dirikan perusahaan baru.”

Mendengar itu, Gabriel dan Rio langsung bergidik ngeri. Deva hanya tersenyum simpul. Ia selalu suka nada otoriter sang Ayah. Tubuh tegap yang semakin menua itu berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. Ditatapnya ketiga putranya itu bergantian.

“Papa percaya kalian.” Setelah mengatakan itu, Pak Arya pergi meninggalkan ketiga putranya yang sudah mulai bertengkar.

“Heh Yel, kalo lo beneran punya pesawat sendiri, gue nebeng ya, buat bulan madu.” Canda Rio seraya menyandarkan kepalanya disandaran kursi. Gabriel mencibir. Sedangkan Deva hanya melongo mendengar ucapan Rio yang sedikit Ngaco.

“Ada apaan sih?” tanyanya penasaran. Rio menatap adik semata wayangnya itu dengan tatapan kesal. Kenapa adiknya ini begitu lama loading? Padahal mereka –Gabriel, Rio- termasuk juara umum bertahan disekolah mereka dulu. (sekarang mereka sudah kuliah semester 3)

Dengan kesal, Rio menceritakan semua kejadian yang terjadi sebelum Deva datang. Adiknya itu hanya menggut-manggut sok mengerti sambil kadang mencibir kedua kakak kembarnya.

“Berarti gue juga harus cari istri dong? Biar bisa meyakinkan papa?” Tanya deva polos.

Puuk!

Dua jitakan sekaligus diterimanya dari kiri-kanan. Siapa lagi kalau bukan ulah si kembar.

“Sial lo bedua! Sakit Nyet!”

“Lo masih kecil Dev, mending konsen belajar aja deh.” Sahut Gabriel sok bijak, tanpa memperdulikan protes adiknya. Diikuti dengan anggukan antusias dari Rio. Deva melengos. Dosa apa dia punyakakak-kakak aneh seperti mereka.


                                                                                                *****

Did I grow up according to plan?
Do you think i’m wating my time doingthings i wanna do?
But it hurts when you disapprove allalong

Pak Arya menatap kedua anaknya dari pintu depan yang sedang asyik menggambar diruang keluarga. Dengan langkah mantap dan perlahan, ia melangkah mendekati kedua putra kembarnya, dan juga istrinya itu. Seulas senyum menyambutnya hangat. Siapa lagi kalau bukan Wulan, sang istri tercinta.

Arya menjatuhkan bokongnya ke sofa yang terletak di depan meja. Menatap anaknya yang ada dikiri-kanannya sekarang (anak anak itu duduk menyamping). Kedua anak itu tampak tidak ada yang sadar akan kehadirannya. Arya mengernyit. Seasyik itukah gambar mereka, hingga sang ayah tidak lagi disambut kedatangannya?

Karena penasaran apa yang digambar kedua putra kembarnya itu, Arya mengintip. Pertama, gambar milik Gabriel, Anak sulungnya yang beda 10 menit dari si Adik. Arya tercekat. Gambar anak itu.. Gambar sebuah pesawat terbang -yang bentuknya lebih mirip ikan- sedang melayang diatas langit luas. Dibawahnya, seorang anak laki-laki kecil sedang memandangi kepergian benda besar itu, sambil bergumam ‘aku ingin menjadi pilot.’

Gabriel sedikit terkejut saat dahinya merasakan geli karena sentuhan rambut sang ayah. Anak itu mengernyit saat melihat ekspresi sang ayah yang sulit dibacanya. “Papa? Kapan Papa pulang?”

Mendengar sang kakak menyebut ‘papa’,  Mario mendongak dan menatap kedua orang didepannya bingung. Bingung, kenapa Gabriel menatap Ayahnya dengan kedua alis terangkat, dan juga bingung, kenapa sang Ayah menatap Gabriel tanpa ekspresi.

“Kalian kenapa?” tanyanya polos. Gabriel menoleh dan menggeleng bingung. Sang bunda yang masih setia duduk dibelakang Mario juga ikut bingung.

“Pa,papa kenapa?” tanyanya lembut. Pak Arya menggeleng kaku, lalu beralih menatap Gambar Mario.

Ini lebih mengejutkan lagi. Gambar Anak laki-laki itu lebih abstrak dari gambar sang kakak. Tapi Arya masih bisa membaca tulisan ‘keriting’ milik putranya itu.

‘rio ingin menjadi dokter. Membahagiakan mama dan papa suatu saat nanti.’

Begitulah tulisan ‘keriting’ milik Mario.

Dengan perasaan campur aduk, dia kembali menegakkan badannya dan menatap kedua anaknya bergantian. “Kalian ingin menjadi apa?”

“dokter/pilot.” Jawab si kembar bersamaan. Keduanya lalu saling tatap dan tertawa. Sang bunda ikut tersenyum melihat tingkah kedua putranya itu.

Arya tidak ikut tertawa. Pikirannya mulai bercabang. Mereka berdua adalah putra kebanggaannya. Pewaris perusahaan besar yang telah ia kelolah dari kakaknya yang sudah meninggal. Itu perusahaan warisan. Yang harus selalu dikelola keluarga Haling berturut turut. Tapi melihat kedua anaknya menggambar profesi yang mereka cita-citakan, Arya merasa gelisah.

Dengan satu tarikan nafas, ia berkata, “Kalian akan menjadi pemimpin di perusahaan Papa. Nggak ada dokter, apalagi pilot.”

Gabriel dan Rio tersentak. Kedua alis anak itu bertaut. Apa apaan ini? wajah sang bunda yang tadinya bahagia itu berubah murung. “Maksud papa apa sih?” Tanya Gabriel mewakili Mario.

“Kalian nggak usah buang-buang waktu Cuma buat mengejar cita-cita kalian itu. Masa depan kalian sudah cerah dengan perusahaan yang ditinggalkan kakek. Kalian lah penerus Haling Crop.”

“Rio nggak mau jadi bos kayak papa. Rio mau jadi dokter. Mau ngobatin banyak orang,dan ngobatin papa, mama, sama iyel kalau kalian sakit.” Tutur Mario dengan nada ketus yang polos(?)

Gabriel mengangguk menyetujui argument adik kembarnya itu. Arya menghela nafas berat. Menatap istrinya yang dari tadi hanya diam. “Papa nggak mau tau. Kita punya 2 perusahaan yang akan menjadi tanggung jawab kalian. Haling dan Damanik crop’s. Itu semua warisan dari kakek kakek kalian. Jangan pernah berharap menjadi dokter, pilot, atau apalah itu.”

Tanpa banyak bicara, Arya mengayunkan kakinya menuju kamar. Sang istri hanya menatapnya nanar, lalu berbalik menatap kedua anak kembarnya yang kini sedang menatap kepergian sang ayah dengan tatapan bingung dan kecewa.

“kalian sabar ya. Ada benarnya kata papa, masa depan kalian memang untuk menjadi pengusaha seperti kakek dan papa kalian. Bukan dokter atau pilot sekalipun sayang.” Ujar wulan sambil merangkul kedua putra tercintanya. Gabriel dan Rio menatapnya dengan tatapan memohon. Wulan hanya tersenyum simpul sambil menggeleng lemah.


I and now i try hard to make it
I just want to make you proud
I’m never gonna be enough for you
I can’t pretend that i’m alright
And yoy can’t change me


Saat usia mereka menginjak 4 tahun, mama Wulan membawa berita baik. Mereka berdua akan memiliki seorang adik. Arya menyambutnya dengan muka berbinar. Gabriel danRio yang masih kecil itu ikut gembira melihat raut wajah papa mereka. Melupakan sejenak cita-cita mereka yang tertunda. Hingga hari yang mereka tunggu tiba.

Seorang anak laki-laki kecil lahir dengan selamat dan sempurna. Ayah mereka memberinya nama, Deva Ekada. Bernama belakang Haling. Sama seperti mereka. Sejak saat itu, sang ayah tidak pernah lagi mengetahui apa yang dilakukan kedua putranya yang sudah beranjak remaja itu di sekolah. Yang dia tahu, anak-anaknya itu sangat berprestasi di sekolah.

Diam-diam, Gabriel dan Rio memperketat proses belajar mereka. Tanpa sepengetahuan sang bunda dan tentu saja sang ayah, mereka memasuki jurusan IPA saat SMA. Gabriel dan Mario memang disekolahkan di tempat yang berbeda. Itu juga karna Gabriel dan Mario sendiri yang meminta. Tanpa curiga sedikit pun, Ayah mereka mendaftarkan mereka melalui anak buahnya.

Tanpa tahu bahwa sekolah yang dipilih Gabriel dan Mario adalah sekolah khusus untuk meraih cita-cita mereka.

Gabriel selalu meraih juara umum selama bersekolah disana. Dengan nilai yang sangat memuaskan itu, dia selalu bertukar cerita dengan saudara kembarnya itu. Rio juga selalu menjadi juara umum tetap disekolahnya. Mereka berdua belajar mati-matian untuk membuktikan kepada sang ayah kalau mereka bisa.

Sampai saat malam itu tiba. Dimana seorang Mario mulai dilanda sindrom jatuh cinta, dan Gabriel yang meyakinkannya untuk tidak memikirkan hal itu untuk beberapa tahun kedepan.

“Mario, adik kembar gue yang ganteng, meskipun masih gantengan gue. Harusnya lo nggak mikirin masalah cinta dulu disaat kayak gini. Lo nggak mau kan, duduk di ataskursi kebesaran papa? Walau itu dengan gadis yang lo cintai? Kalo gue mah ogah gilaa!”

Mario menghela nafas berat. Ada benarnya juga apa yang dikatakan sang kakak. Dia memang tidak seharusnya memikirkan hal konyol itu hingga semua ini berakhir. Dilangkahkannya tungkai miliknya itu menuju meja belajarnya. Gabriel sedang duduk diatas tempat tidurnya dengan memangku gitar dan memainkannya asal.

Mario dan Gabriel satu kamar. Kamar mereka luaaaas banget. Dari kecil sampai sekarang mereka memang menetap dikamar itu, tanpa meminta untuk dipisahkan. Tidak ada rahasia apapun antara keduanya. Mereka selalu berbagi dan membagi kebahagiaan ataupun kesulitan yang mereka alami.

Rio menatap kakak kembarnya dengan satu alis terangkat. Lalu berjalan, dan merebut gitar kakaknya begitu saja. Gabriel tersentak dan langsung menatap Rio tajam. “Permainan gitar lo nggak lebih bagus dari Deva.” Ujar Rio tenang.

Gabriel melengos. Malas berdebat dengan adik kembarnya. Tiba-tiba saja pintu kamar mereka terbuka. Satu kepala menyembul dari balik pintu disertai dengan cengiran garing khas anak SMP. Rio dan Gabriel tertawa melihat Deva yang ada dibalik pintu.

Gabriel menggerakkan tangannya, memerintah adiknya untuk mendekat. Deva menurut saja, lalu melangkah kan kakinya kearah Gabriel. Lalu membanting tubuh kecilnya dikasur Rio yang bersih dan nyaman.

“Gue tidur sama kalian ya?”

Rio mengernyit. “Ngapain? Kamar lo kan ada Dev.”

“jangan bilang lo takut tidur sendiri?” lanjut Gabriel. Deva merengut.

“kalo nggak boleh sih nggak papa. Gue kan Cuma pengen aja sekamar sama kakak-kakak gue yang ganteng ini. Walaupun masih gantengan gue.”

Gabriel dan Rio melengos kompak. Lalu menjitak kepala adik mereka itu gemas. “Narsis lo persis banget sama Rio.”

Rio mendelik kearah kakaknya. “ kok gue sih? Dunia juga tau kalo elo yang paling narsis.”

“Gue nggak sekedar narsis bro. Gue berbicara tentang fakta.”

“fakta gigi lo rontok.” Sahut rio sarkartis.

Deva Cuma nyengir melihat tingkah kedua kakaknya itu. Ia berjalan menuju balkon kamar si kembar, dan membuka jendela yang membatasi antara kamar dan balkon. Dipandanginya bintang-bintang yang bertaburan malam ini. Satu bulan sabit melengkapi indahnya malam yang sunyi ini.

Tiba-tiba saja horden kamar sebrang terbuka. Seorang gadis cantik dengan kucir ekor kuda muncul dari baliknya. Deva terkesiap. Itu teman sekelasnya. Anak baru yang diincar banyak kaum adam di sekolahnya. Dengan langkah buru-buru, dia memasuki kamar kakak kembarnya dan membanting badannya di kasur tadi.

“heh belo! Kasur gue jebol tuh!” protes Rio tak terima. Gabriel menatap adik bungsunya heran.

“ada apaan dep?”

Deva menoleh dan menatap Gabriel malu. Gabriel bergidig ngeri melihat tatapan adik bungsunya yang mengerikan itu. Tanpa menjawab, Deva mengangkat telunjuknya kearah balkon. Karena penasaran, Gabriel dan Rio berebut ingin mencapai balkon duluan.

Disana, seorang gadis kecil sedang menengadah. Menatap taburan bintang cantik yang bertebaran diatas kepalanya. Gabriel dan Mario mengernyit. Saling tatap , sejurus kemudian keduanya mengangkat bahu kompak.

“hai!” sapa Rio sedikit berteriak. Gadis itu menoleh dan menatap kedua orang di depannya dengan tatapan bingung.

“lo anak baru ya?” Tanya Gabriel lebih tenang daripada Rio. Gadis itu mengangguk kikuk.

Tiba-tiba saja deva menyembul ditengah-tengah kakak kembarnya. Menatap gadis itu dengan senyum tebar pesona. Gabriel dan rio hanya menggeleng kepala maklum.

“lo anak baru di kelas gue kan? Gue deva.”

Gadis itu tersenyum dan mengangguk. “Iya. Aku keke. Salam kenal.” Lalu tatapannya beralih kepada Gabriel dan Rio. Raut muka bingung setengah kaget masih singgah diwajah manisnya. Mereka benar benar mirip. Deva yang tahu maksud keke langsung memperkenalkan kakak-kakaknya dengan bangga.

“ini kak Gabriel Ke. Dan ini kak Rio. Mereka kakak-kakak gue. Kembar.”

Keke hanya mengangguk dan membulatkan bibir mungilnya.

Tiba-tiba saja mama gadis itu berteriak memanggil namanya. Keke mendengus dan menatap ketiga cowok ganteng itu sambil tersenyum kikuk. “Sorry yah. Aku dicariin mamanih. Duluan Dev. Duluan kak Rio, kak Gabriel. Mereka bertiga mengangguk kompak sambil tersenyum tipis. Oh bukan bertiga sih. Tapi berdua. Deva reaksinya lebih parah. Cowok itu mengangguk keras sambil tersenyum lebar.

“gila Yo. Efek jatuh cinta nih,” bisik Gabriel kepada Rio. Rio mengangguk setuju.

“udah.Tinggalin yuk.”

Keduanya masuk lagi kekamar, dan duduk ditempat semula. Membiarkan adik mereka itu dimabuk cinta. Rio memetik gitarnya dan mulai menghasilkan intro lagu. Gabriel yang tahu persis intro tersebut langsung bersenandung ringan.

Hay dad..
Look at me..
Think back and talk to me..

Did I grow up according to plan?
Do you think i’m wating my time doingthings i wanna do?
But it hurts when you disapprove allalong

Gabriel terdiam sejenak. Dilanjutkan oleh Rio yang masih memetik gitarnya. Cowok itu mulai bersenandung. Melanjutkan lirik lagu dari kakak sulung kebanggaannya.

I and now i try hard to make it
I just want to make you proud
I’m never gonna be enough for you
I can’t pretend that i’m alright
And yoy can’t change me

Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry
I can’t be perfect
Now it’s just too late, and we can’t goback
I’m sorry
I can’t be perfect

Deva yang tadi hanya berdiri di balkon ikut masuk dan melanjutkan nyanyian kakak-kakaknya.

I try not to think
About the pain i feel inside
Did you know used to be my hero?
All the day you spend with me
Now seem so far away
And it feels like you don’t careanymore..

Dan jadilah, malam itu konser dadakan ketiga putra kebanggaan Haling. Mereka menyanyikan lagu perfect-nya simple plan dengan penuh penghayatan. Mungkin karena lagu ini memang cocok untuk mereka. Sang bunda yang mendengar suara ketiga putranya itu terharu.

Antara sedih, senang, bangga, dan kasihan. Mereka terlalu dipaksa oleh suaminya untuk menjadi pewaris perusahaan. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ini memang mutlak keputusan ayah kandung dan ayah mertuanya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Wulan memutar kenop pintu kamar si kembar.

Sekarang, tiga kepala sekaligus menoleh padanya. Wulan tersenyum hangat dan disambut cengiran khas ketiga anak laki-lakinya itu.

“kalian belum tidur? Udah malam lho.” Tanyanya seraya duduk di sofa antara kasur Rio dan Gabriel. Mereka bertiga hanya menggeleng.

“belum ma. Lagian besok kan minggu.” Jawab Rio mewakili saudara-saudaranya.

Wulan mengangguk dan meraih gitar milik Rio yang tergeletak manis disamping tempat tidurnya. Memetik gitar itu perlahan, lalu menggerakkan bibir mungilnya menyenandungkan (?) sebuah lagu.

To be heart, to feel lost, to be left outin the dark
To be kicked, when you’re down
To feel like you’ve been pushed around

To be on the edge of breaking down
When no one’s ther save you
No you don’t know what it’s like
Welcome to my life..

Wulan mengakhiri permainanya dan menatap ketiga putranya yang tengah menatapnya kagum. Mereka tidak tahu, kalau sang mama bisa memainkan gitar akustik dengan lincah tanpa cela. Suara merdunya itu kini terekam jelas dibenak ketiganya. Lagu welcome to my life milik simple plan itu melantun (?) mulus dari bibir sang mama.

Rio memecah keheningan sambil berjalan mendekati sang mama. Duduk disebelah kirinya dan merangkul mama dengan sayang. “Rio nggak nyangka mama bisa semuanya. Rio sayang mama deh.” Jujur Rio manja. Gabriel melengos dan menjitak kepala kembarannya dengan ekspresi jijik.

“tingkah lo menjijikkan banget Yo, sumpah.”

“bodok. Sama mama ini.”

“Deva mau juga dong maaa!!”

“iyel jugaa!”

Akhirnya mereka berempat saling berpelukkan dan saling memberi kehangatan satu sama lain. Tanpa mereka sadari, tuan besar Haling tengah berdiri dibalik pintu. Mendengar semua percakapan anak dan istri tercintanya. Ada sebersit rasa bersalah yang menganggunya, satetelah mendengar lantunan lagu dari bibir ketiga putranya, yang disusul beberapa lirik lagu dari istrinya.

Walau tidak terlalu pintar berbahasa inggris, tapi Arya tahu, arti 2 lagu itu. Ia sudah sering mendengar saat rumah sedang sepi, hanya ada dia dan istrinya. Akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk bergabung.

Semua harus dibicarakan lebih lanjut.

                                                                                                ***

Bertahun-tahun dijalani keluarga kecil ini. Wulan menatap anak bungsu nya yang tengah dewasa. Dia benar-benar ikhlas melanjutkan pekerjaan sang papa di perusahaan. Sekarang, Haling dan Damanik Crop’s digabungkan atas perintah papanya, dan dikelola baik dengan Deva.

Pria itu membenahi jas nya, dan berlari menuruni tangga untuk sampai di meja makan. Tertangkap indra penglihatannya, sang mama tengah tersenyum bangga kearahnya. Deva membalas senyum mamanya hangat. Berlari dan segera memeluk tubuh yang masih sama tegapnya dengan dulu itu hangat.

“duh. Papa cemburu nih Dev.” Tiba-tibasaja tuan besar Haling itu bersuara. Beliau menutup Koran yang tadi dibacanya, dan meminum teh hangat yang baru saja disuguhkan sang istri.

Seorang gadis cantik datang dari arah dapur, sambil menggendong seorang bayi kecil yang baru berusia beberapa minggu. Dia keke. Tetangga depan rumah yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya. Dan bayi itu adalah anak Deva. Alin. Tidak terasa. Sudah berpuluh tahun lebih Ia tidak melihat kakak kembarnya itu.

Si kembar merantau di negri orang. Belajar keras dan membuktikan kepada papanya kalau mereka bisa. Deva sangat menunggu hari itu. Dimana Gabriel dan Rio datang dengan kesuksesan mereka. Lengkap dengan janji mereka tempo dulu. Deva tersenyum tipis mengingat hal itu.

“sini Ke, Alin biar papa yang gendong.”

Keke berjalan menghampiri papa mertuanya, dan menyerahkan Alin dengan hati-hati. Pak Arya mengamati cucunya dengan seksama.

“Matanya mirip Deva deh. Belo. Kulitnya hitam manis, sama kayak mau Ke. Hidungnya mancung kayak papa, mukanya cantik, kayak mama Wulan.” Komentarnya sambil memangdang sang istri dengan satu mata dikedipkan menggoda. Keke terkekeh melihat tingkah mertuanya.

Deva menghampiri Keke dan merangkulnya hangat. “Bangga nggak pa, sama putri kecil kita?”

“Bangga lah. Semoga menjadi cucu yang berbakti dan berguna bagi bangsa dan Negara.” Doa mama Wulan.

“aaammmiiinn”

Tiba-tiba saja bi Marni lari tergopoh-gopoh dari pintu depan. Mukanya terlihat antara panic, senang, dan heran. Mama menatapnya dengan tatapan penuh Tanya. Papa menyerahkan Alin kembali pada keke, dan menatap wanita yang telah berumur setengah abad itu.

“Ada apa Bi?” tanyanya heran.

Bi Marni mengatur nafasnya yang tersenggal, sambil menunjuk-nunjuk kearah pintu utama rumah ini. Deva mengernyit. Keke menyikut suaminya tanda bertanya. Tapi Deva hanya menggelengkan kepala tanda bahwa ia tidak mengetahui apa-apa.

“Bi Marni kenapa?” Tanya mama sekali lagi, dengan nada lembut nan sabar.

“itu Nya.. di depan.. ada.. ada..” belum selesai Bi Marni menuntaskan kalimatnya, tubuh tegap dengan balutan jas dokter itu sudah berdiri didepan 2 pasang suami istri dan seorang wanita tua ini, sambil menggendong gadis cantik berambut ikal. Dibelakangnya, seorang wanita anggun yang dibalut dress biru langit tengah menggandeng seorang anak laki-laki yang mirip sekali dengan anak perempuan yang digendong tubuh tegap tadi.

Mama Wulan dan pap Arya masih bergeming. Begitupula Deva dan Keke. Deva malah melongo lebar. Dia merasa detak jantungnya telah bekerja dua kali lipat lebih cepat dari biasanya. Dengan terbata ia berkata. “K..kak..kak Rio?”

Laki-laki tadi tersenyum sambil mengangguk ramah kearah Deva. Adik bungsunya yang sudah dewasa itu tumbuh dengan baik. Postur tubuhnya tak berbeda jauh darinya dan sang ayah. Tinggi dan tegap.

“hai semua. Apa kabar? Rio kangen nih.” Katanya seraya menurunkan putri kesayangannya itu dari gendongan. Pak Arya menatapnya tak percaya. Mama Wulan malah sudah menangis haru. Dengan gerakkan cepat, dipeluknya sosok tubuh tegap itu. Memastikan bahwa apa yang ia lihat benar benar salah satu dari putra kembarnya.

Rio tersenyum dan membalas pelukan mamaya dengan satu tangannya yang bebas (yang satu tadi sedang menggandeng putri kecilnya.). “Hay ma, apa kabar?” suara itu tidak berubah. Masih serak-serak basah, dan.. seksi. Sang mama melepas pelukannya dan beralih menatap wanita cantik yang ada dibelakang Rio.

“Rio.. ini istri kamu?” Tanya mama pelan tanpa menggubris pertanyaan Rio sebelumnya. Rio mengangguk mantap.

Cowok itu lalu melirik sang papa dengan tatapan menggoda. “gimana pa? Sesuai janji kan?”

Papanya tersenyum dan langsung memeluk anaknya itu. Tentu saja pelukan ala laki-laki. “Papa bangga sama kamu Yo. Cantik. Cocok buat kamu.”

“thanks Pa. Kenalin, Ify Alyssa. Anak pemilik rumah sakit tempat Rio bekerja. Dokter anak yang berhasil merebut hati Rio. Dan menjadi ibu dari anak-anak Rio.”

Ify melepas pelukan ibu mertuanya dan menatap tuan besar Haling dengan senyum malu-malu. “Pagi Pa.”

“Pagi sayang. Selamat datang nyonya Haling kecil.” Ify tertawa mendengar gurauan papa mertuanya.

“kacangin aja gue woi. Nggak tahu apa, pemilik perusahaan Damanik plus Haling Crop’s juga udah makmur?” Deva sewot. Rio menuntun anak perempuannya mendekati Deva. Lalu diangkatnya lagi tubuh mungil itu untuk menyamakan tingginya dengan Deva.

“liat nih. Anak gue. Cakep kan? Kayak emaknya.” Pamer Rio bangga. Deva melongo. Memang sih, anaknya cantik. Rambutnya ikal diikat dua. Matanya biru. Hidungnya kecil, pesek dan bibirnya tipis berwarna merah cherry. Semua mirip dengan Ify, kecuali mungkin hidungnya.

“sombong lo. Anak gue nih. Lebih cantik. Ya nggak ke?” Rio mengernyit. Menatap Keke dari atas sampai bawah. Dari bawah sampai atas lagi.

“keke? Lo jadi bini si Deva?”

Keke Cuma cengengesan nggak jelas. Anak Rio yang belum diketahui namanya itu menunduk. Tangan kecilnya bergerak menyentuh pipi mulus Alin. Senyum manis mulai terukir diwajah chubby nya. Dia membisikkan sesuatu pada Daddy nya.

“Dad, she is so pretty. Like me.”  Rio terkekeh mendengar ke-narsisan anaknya. Memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sifat Rio yang satu itu memang diturunkan pada kedua anak kembarnya.

Deva mengernyit. Walaupun berbisik, suara gadis kecil itu masih saja tertangkap indara pendengarannya. “Buset, anak lo narsis juga bang. Siapa namanya?”

“Raissa Haling.” Rio berbalik dan menatap Istrinya yang sedang dirundungi berbagai pertanyaan oleh orang tuanya. “Fy,sini deh. Bawa si Ozy.” Ify mengangguk dan menggandeng Ozy mendekati adik bungsu Rio. Mama-Papa Rio mengikutinya dari belakang. Mama Wulan masih terharu. Ia tak henti-hentinya menangis didalam pelukan Pak Arya.

“udah ma. Kok malah nangis sih. Bangga dong sama anak-anak kita.”

Rio menurunkan gadisnya, dan didekatkannya dengan anak laki-laki tampan dengan gaya rambut yang sama persis seperti Rio. Deva mengangguk paham. ‘pasti kembar’ batinnya memutuskan.

“Bi Marni, mang ujang, pak Dadang, sini sebentar deh.”

Semua berkumpul diruang keluarga. Menatap Rio dan keluarga kecilnya dengan kagum. Bi Marni malah sampai meneteskan airmatanya. Sama seperti Mama Wulan.

“sebelumnya Rio minta maaf karna sudah menganggu pekerjaan kalian..”

“nggak papa den.” Potong pak dadang, yang langsung mendapat tatapan sinis dari bi marni dan mang ujang.

Rio tersenyum simpul dan merangkul istrinya hangat. “Rio mau memperkenalkan keluarga kecil Rio. Ini Ify, cewek yang berhasil mengambil hati Rio, dan menjadi ibu dari anak-anak Rio.” Cowok itu mengecup pelan kening istrinya yang tersenyum malu.

Tatapannya beralih ke kedua anaknya. Dengan tangan kanan-kiri, dia mengangkat tubuh kecil itu. “Dan ini, Raissa Haling, dan Ozy Adriansyah Haling.” Kedua anaknya itu membungkuk sopan tanpa diminta. Senyum mereka mirip sekali. Benar-benar seperti kembar. “Mereka kembar.” Lanjut Rio bangga.

Semua yang hadir bertepuk tangan tanpa sadar. Rio dan Ify kembali membungkuk member hormat dan tanda terima kasih.Acha turun dari gendongan Daddy nya, diikuti dengan Ozy.

“nice to meet you.”  Ujar mereka kompak. Para pekerja rumah Rio bingung. Mereka tidak bisa berbahasa inggris. Rio tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

“senang bertemu kalian.”

Semua tertawa bahagia. Acha dan Ozy berhambur kepelukkan Mommy mereka, karna malu. “don’t cry baby, this only a small problem.” Bujuk Ify.

Semua tertawa melihat tingkah kedua anak kembar itu. Dan akhirnya, Rio bisa membuktikan pada sang ayah, kalau profesi dokter tidak begitu buruk. Apalagi dia memberikan bonus menantu cantik dan penuh perhatian seperti Ify. Lengkap satu paket dengan cucu kembar yang lucudan pintar.

Tinggal Gabriel yang belum bisa membuktikan perkataannya.

Hari menjelang sore. Acaha dan Ozy sedang duduk di ayunan taman belakang, ditemani dengan Opa dan Oma mereka. Sambilmembelai hangat rambut cucu-cucunya, Arya bergumam. “Rio benar-benar gila ya ma. Istrinya cantik sekali. Apalagi anak-anaknya. Matanya bagus, papa suka.”

Wulan mengangguk setuju. “Iya pa, apalagi bahasa inggrisnya. Lengket sekali.”

Sedang asyik-asyiknya bercengkrama, tiba-tiba saja satu anak cowok dengan dandanan ala captain datang. Tak ada senyum disana. Hanya muka datar dan pipi gembung. Arya mengernyit. Apalagi ini? kenapa ada anak lagi? Apa Rio punya tiga anak?

“Ma, siapa?”

Wulan menggeleng lemah. Acha menatap anak laki-laki itu dengan senyum. Tanpa basa-basi, Ozy melompat dari pangkuan sang Oma, dan menghampiri anak laki-laki yang berusia sekitar 5 tahun itu. Diikuti dengan Acha yang berlari kecil.

“Hay bro. How are you?”

“Fine. Who are they?”

Acha menjawab dengan penuh semangat. “they are our grandparents.”

really?

“yeah. Lets go!”

Mereka bertiga berlari mendekati Wulan dan Arya. Sampai diayunan itu, Ozy kembali melompat kepangkuan Omanya. Begitupula Acha, yang sudah duduk manis lagi di pangkuan Opanya. Anak kecil tadi hanya memandang kedua orang dewasa didepannya dengan tatapan bingung.

Ray.. Where are you son!” teriak seseorang diluar. Wulan tercekat. Suara itu. Suara putra sulungnya. Gabriel. Apa.. Wulan menurunkan Ozy dari pangkuannya dan menggandeng anak itu keluar. Diikuti Arya yang sudah menggendeng dua anak kecil sekaligus.

“Here dad!” sahut anak kecil yang tadi sempat membuat Wulan dan Arya bingung.

“Mama..” Suara Gabriel terngiang lagi. Kini tubuh tegap itu telah berdiri didepannya. Disamping cowok itu berdiri gadis cantik dengan balutan gaun putih panjang selutut, dan perut buncit. Baju yang juga senada dengan Gabriel. Cowok itu memakai topi kebanggaannya dan sedikit membungkukkan badan, seraya melepas topinya. Memberi hormat pada sang ratu yang masih menempati tatah tertinggi dihatinya itu.

 Gabriel datang. Membawa kembali janji-janjinya pada sang ayah.

“Ray..” gumam wanita cantik itu sambilmelambaikan tangannya. Bermaksud agar sang anak mendekat. Ray –anak berumur 5tahun yang memakai baju persis seperti Gabriel tadi- datang dengan langkah ringan. Gaya berjalannya sama seperti Gabriel. Ringan, tanpa beban dan tanpa senyum.

Wanita cantik itu menatap anaknya sebal.Lalu sedikit menunduk untuk mencubit perutnya. “Mommy! Sakit tau.”

“Mukanya jangan sengak dong. Malu tau.”

“iya..iya. nggak lagi”

Gabriel memeluk mama dan papanya bergantian. Satu tangannya menarik Ray dengan lembut agar mendekat dan satu tangannya yang bebas merangkul istri tercintanya. “Ma, Pa. Ini keluarga kecil Iyel. Ini Ashilla Zahrantiara. Pramugari yang berhasil menaklukkan captainnya dengan caranya sendiri. Dan ini jagoan kecil kami. Raynald Haling.”

Mama Wulan mendekati Shilla. Memandang gadis itu lekat, dan mengangguk kagum. “Kamu cantik sayang. Itu apa?” mama Wulan menunjuk perut shilla yang gembung sambil menahan tawanya.

“balon kali ma.” Sahut Rio dari belakang. Dibelakangnya ada Ify yang menenteng banyak makanan. Diikuti Deva dan Keke yang sudah cengar cengir dari tadi.

Iyel mendelik. “Heh tem. Sialan lo. Anak gue nih. Udah dua!”

“gue juga dua kali.”

“hah?!”

Ify terkikik. Dia memang sudah mengenal kakak kembar Rio ini. Bahkan istrinya. Juga anak sulung kakak iparnya itu. Hanya saja, Gabriel tidak tahu kalau dia punya anak kembar. Jadwal penerbangan yang super padat itu membuatnya jarang bertemu dengan Ify.

Rio melengos. Lalu berjalan kearah papa-mamanya dan menggendong kedua anak kembarnya dengan bangga. “nih. Sepaket.”

Gabriel menelan ludah. “setdah. Gue kenal bini lo, tapi nggak tau anak-anak lo Yo. Suer.”

“tau deh yang sekarang jadi captain penerbangan.”

Gabriel menunduk malu. Diikuti tawa keluarga besarnya itu. Lalu tatapannya beralih ke Deva. Adik sulungnya yang kini menggendong seorang bayi kecil. Anak itu tumbuh dengan baik. Tubuhnya atletis. Kulitnya bersih. Matanya masih belo *yaiyalah-__-*. Dan hidungnya tetap mancung.

Gabriel kaget setengah mati waktu matanya menangkap Keke yang berdiri manis disamping Deva. Walaupun sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, rambut dan mata keke tidak bisa menipu Gabriel. Cowok itu berjalan tanpa sadar mendekati adik bungsunya. Mengintip bayi yang sedang menggeliat di gendongan Deva, dan menatap Keke jahil.

“wah.. elo berdua udah nikah ya? Gilaa. Nggak nyangka Gue.”

“bego lo. Yaiyalah udah nikah. Kalo belum mana bisa ada anak ini.” desis Deva kejam. Gabriel terkekeh.

“yaudah. Ayo semua ke ruang keluarga.”

Semua mengangguk dan mengikuti pak Arya yang masih menggendong cucu kembarnya bangga. Ray berjalan disisi kanannya dengan sikap cool. Rio berjalan sambil mendekati kakak sulungnya itu. “Yel, lo kasihapa tuh si Ray?”

“apaan?”

“jalannya songong banget. Sama kayak lo. Belagak penting.” Jawab Rio sarkartis.

Iyel meringis. “Tau. Emang begitu kok dari lahir.”

“hayoo ngomongin apaan?!” tiba-tiba Ifymuncul sambil melompat kepunggung Rio. Hampir saja cowok itu terjengkang, kalau tidak ditahan Gabriel. Shilla berjalan santai disamping Gabriel, sambil mengelus perutnya yang semakin lama semakin besar.

“heh. Nggak sopan kamu Fy. Malu tuh diliatin mama.” Rio menunjuk samar mamanya yang tengah berjalan disamping suaminya.

“alasan kamu aja. Orang mama nggak liat kok.” Ify beralih menatap Kakaknya. Mengelus pelan perut Shilla yang gembung. Seketika tawanya muncul. Giginya yang berbehel itu Nampak dengan indahnya(?).

“anak kakak bergerak!!” mama yang mendengarjeritan ify langsung menoleh dan berlari kebelakang. Menyusul para menantunya yang cantik.

“mana mana?! Mama pegang dong.”

Keke yang penasaran ikut nimbrung. Membiarkan anak dan suaminya beserta kakak-kakaknya(apasiih-_- ini bahasanya aneh serius. Maapin yak) berkumpul diruang keluarga terlebih dahulu.

“mana ma? Ada?” Tanya keke tak sabar.Mama mengangguk antusias.

“keke coba dong ma.”

Shilla memandang keluarganya dengan tatapan bahagia. Tidak salah ia memilih Gabriel sebagai pendamping hidupnya. Laki-laki itu penuh tanggung jawab. Ia bangga pada sang captain Gabriel stevent. Sungguh.

Sedang asyik-asyiknya memegang perut Shilla, Acha datang sambil berlari kecil. Rambutnya yang ikal berayun ayun mengikuti langkah-langkah kecilnya. Ify yang melihat putri kecilnya itu langsung merentangkan kedua tangan untuk menyambut pelukan peri kecilnya.

“Mom, i need some water.” Katanya denganfasih. Ify menganggu dan melangkah ke dapur.

“Oh, wait baby.”

Mama Wulan menatap punggung Ify yangmenjauh kearah dapur. Lalu beralih ke Shilla, dan terakhir, beliau menatap Keke dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah Ify kembali bersama Acha, mama Wulan langsung memeluk para menantunya dengan haru.

“terima kasih kalian sudah maumempercayai anak-anak mama.”

“mama. Jangan nangis dong. Masa Shilla datang disambut air mata sih?” ujar Shilla sedikit cemberut. Ify dan Keke mengangguk setuju.

“mama.. udah ah. Yuk kedepan.” Ajak keke.

“Mommy. Acha ngantuk.”

Ify tersenyum dan segera menggendong peri kecilnya.

“tidur sama Daddy yah. Yuk!”

Dan akhirnya mereka berjalan beriringan ke ruang keluarga. Saling rangkul satu sama lain. Sesekali tawa mereka menggelegar mengisi kemewahan rumah yang selalu sepi ini. Dalam hati, Wulan bersyukur sekali pada Tuhan yang Maha Esa. Ia bangga pada ketiga putranya itu.

Terutama si kembar.

Mereka berhasil menunjukkan bahwa mereka bisa. Dan menghadiahinya dengan berbie-berbie cantik seperti Ify, Shilla, dan Keke. Serta peri kecil seperti Acha dan Alin, juga jagoan jagoan-jagoan kecil seperti Ray dan Ozy. Ia merasa bangga, terharu, dan sesak. Sesak yang dipenuhi dengan kebahagiaan!

                                                                                                ****

Jangan pernah menyerah sebelum mencoba. Yakinkanlah mereka, bahwa kau bisa. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Selagi masih ada sang pencipta, semua akan berjalan. Walau tidak sesuai rencana, semua akan indah pada waktunya.

Komentar

  1. yappp meskipun ini agak kecepatan tetapi menarik menurt gue..
    rify.. shiel.. couple yang gue suka..










    Numpang promo ya jangan lupa juga buat berkunjung ke blog saya:
    obat kista tradisional.
    obat pelangsing herbal
    terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. Ceritanya sangat menarik... hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer