Perfect [cerpen]
Sebelumnya, ini hanya peringatan.
Cerita yang saya buat ini Cuma fiksi. Khayalan saya belaka. So, saya minta maaf apabila ada
kesamaan nama, tempat/ cerita.
But.. thanks buat
yang udah mau baca. Terima kasih ya.. hoho :3
Sebelumnya
saya ingetin lagi deh. Biar lebih klop(?), mending puterin lagunya simple plan-perfect dan welcome to my life. Baah
dijamin nge-feel deh *maksa*
Oh iya,
ini cerpennya terinspirasi dari lagu perfect
itu. Nyetuh banget tau. Okesip.
Happy
reading all
Hay
dad..
Look at
me..
Think
back and talk to me..
Suara
rebut-ribut terdengar dari ruangan itu. Ruang besar yang menjadi ‘sarang’ sang
ayah. Rio menundukkan kepalanya dalam-dalam. Mencoba menahan gejolak emosi yang
sejak tadi ingin keluar dari dadanya. Jari-jari kokohnya saling menggenggam
satu sama lain, hingga membentuk sebuah kepalan keras.
Pak Arya
menatap lurus kearah anaknya, memperhatikan setiap detil pahatan sempurna dari
sang maha kuasa. Anak itu.. Benar-benar mirip dengannya. Hidung yang tidak terlalu menjulang, bibir
tipis yang selalu kaku, mata sayu dengan tatapan tajam, dan rambut ikal yang
sudah mulai panjang dibiarkan menyentuh kerah kemejanya.
“kamu
harus jadi penerus bisnis ini Yo.” Katanya serius.
Rio
mengangkat kepalanya menatap sang ayah. Kerut wajah yang mulai terlihat itu tak
mengurangi ketegasan diwajah beliau. Dengan mata memicing, Rio mendesis,
“Kenapa harus Rio Pa? Apa Iyel aja nggak cukup?”
Hanya
helaan nafas yang keluar daribibirnya. Kumis tipis yang dipelihara ayah Rio itu
tampak mulai menebal. Tumbuh liar disekitar bibirnya. Kembali ditatapnya sang
anak. Kali ini dengan tatapan lelah. “Kenapa kalian nggak ada yang mau
menggantikan papa? Begitu terkutuknyakah seorang pembisnis dimata kalian?”
Rio
melengos. Baru saja ia akan menjawab pertanyaan sang ayah, tiba-tiba
terdengar suara decitan pintu. Keduanya menoleh spontan. Ada Gabriel diambang
pintu. Masih dengan menggunakan jas kebanggaan ayahnya itu. Dilengkapi dengan
broskecil dengan lambang Haling Crop disudut kiri kemeja elegannya.
Gabriel
berjalan perlahan. Meraih satukursi yang tersisa disebelah Rio, lalu
menghempaskan bokongnya dengan keras. Sang Ayah hanya menatap nya bingung.
Begitu pula Rio. Matanya memicing. Menatap Gabriel dengan tatapan penuh
selidik.
“Lo
nggak papa Gab?” Gabriel menggeleng. Cowok itu menarik nafas dalam-dalam, lalu
menghembuskannya perlahan. Kini, kedua mata sayu cowok itu terpejam rapat.
“Pa..
Iyel capek.” Gumamnya pelan. Rio tersentak. Kakak kembarnya itu.. mengeluh. Hal
yang jarang sekali dilakukannya. Seorang Gabriel Stevent. Cowok itu anak sulung
idaman semua orang tua. Penurut, tegas, nggak banyak bicara, dan.. sempurna.
Sekarang sedang mengeluh didepannya dan Ayah mereka.
“Nggak
usah liatin gue segitunya juga kali Yo.”
“Lo
ngigo ya?”
Gabriel
menggeleng lemah. Perlahan, cowok itu membuka matanya. Menatap saudara
kembarnya itu seraya tersenyum. Rio mengernyit. Apa maksud kakak kembarnya ini?
berbagai pertanyaan aneh mulai singgah dikepala Rio. Penasaran, cowok itu
menggeser kursinya agar lebih mendekati Gabriel, dan membisikkan sesuatu.
“Lo
kenapa?” Tanya Rio sedikit berbisik. Gabriel menggeleng tanpa menoleh.
Tatapannya masih tertuju pada sang ayah. Dengan satu tarikan nafas, Gabriel
membuka pembicaraan.
“Pa..
Gabriel udah mutusin buat sekolah pilot.. di Belanda.” Tutur Gabriel mantap.
Pak Arya mengernyit. Menatap putra sulungnya dengan raut wajah penuh tanda
Tanya. Reaksi Rio malah lebih parah. Anak itu sampe melongo mendengar pengakuan
saudara kembarnya.
“Kenapa?”
hanya itu yang keluar dari bibir Tuan
besar Haling. Raut mukanya berubah lebih tegang dari semula. Rio yang sudah
sadar mulai menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan diluncurkannya kepada
Gabriel setelah keluar dari ruangan ini.
Gabriel
menatap ayahnya dengan tatapan memohon, “Karna Iyel mau mengejar cita-cita Iyel
Pa. Iyel bakal buktiin kalo Iyel bisa. Percaya Pa. Iyel bakal balik lagi
kesini.. Dengan pesawat Iyel sendiri, dengan menantu idaman papa, lengkap sama
cucu papa yang cantik atau ganteng. Iyel janji Pa.”
PUUUK!
Toyoran
gratis mendarat mulus dikepala Gabriel. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Rio.
Cowok itu tampak mencibir. “Lo mikir kejauhan bego! Mau sekolah apa hamilin
anak orang?” kata Rio sarkartis.
Raut
tegang yang tadi dipasang Tuan besar Haling langsung berubah Rileks. Ia sadar
kalau kedua anak kembarnya ini memang tidak memiliki minat memegang
perusahaannya. Dihembuskannya nafas lega. Ternyata tidak begitu buruk juga jika
anak kembarnya itu memilih cita-cita mereka masing-masing.
Saat
ingin mengucapkan sesuatu, pintu kebesarannya kembali terbuka. Memunculkan
seorang pemuda tinggi tegap dengan gaya rambut spyke , yang juga dilengkapi cengiran
tanpa dosa dan mata belo khas miliknya.
“Udahlah
pa, nggak usah paksain kak Iyel sama kak Rio. Deva mau kok jadi penerus Haling
Crop.” Katanya santai, seraya menarik pelan satu kursi lain dengan ukiran kayu mahoni disana untuk duduk diantara kedua kakak kembarnya. Mata belonya
itu menatap ayahnya dengan lembut.
Gabriel
dan Rio menatap adik mereka dengan pandangan
lo-emang-penyelamat-kami-banget-dev. Deva nyengir garing membalas tatapan kedua
kakaknya itu. Dia memang sudah bercita-cita menjadi pembisnis hebat seperti
sang Ayah sejak lama.
Pak Arya
tersenyum bangga pada ketiga putranya itu. Dengan senyum yang mengembang Ia
memutuskan, “Baiklah, papa akan membebaskan kalian memilih jalan hidup kalian
sendiri. Untuk Gabriel, buktikan janji kamu sama papa. SEMUANYA. Tanpa
terkecuali.”
Gabriel
meneguk ludahnya dengan susah payah. ‘Mampus gue. Mesti cari bini di Belanda
nih. Gue kan nggak suka yang bule-bule, elaah. Ah tapi bodoklah, siapa tau ada
aja bidadari jatuh dari surge di hadapanku.’ Batin Iyel ngaco.
Tatapan
Pak Arya beralih kea rah Rio yang masih duduk manis disebelah Kanan Deva, putra
bungsunya. “Rio, kamu mau janji sama papa?” Rio mengangguk.
“Rio
bakal janji sama papa, Rio bakal jadi Dokter yang baik dan benar. Dokter yang
dikenal di Negri juga Diluar Negri. Lengkap juga dengan Menantu dan cucu yang
bakal buat Papa bangga.” Tuturnya tegas.
Deva
yang tadinya sedang meminum –bekal- minumannya langsung tersedak mendengar
penuturan sang kakak. “UHUK UHUK!”
Rio dan
Gabriel sontak menoleh, dan dengan reflex kedua saudara kembar itu
menepuk-nepuk punggung adik semata wayang mereka dengan panik. Deva langsung
mendelik. “Hoi gila! Gue bisa mati lo gebuk-gebuk begitu. Elah. Sarap lo pada!”
amuknya kesal.
Kedua
saudara kembar itu Cuma nyengir tanpa dosa pada sepasang mata bulat adik mereka
yang makin melebar. “Sorry Dev. Elo sih pake acara batuk-batuk segala.”
Deva
melengos. Bisa-bisanya mereka bicara serempak begitu. Dengan kalimat yang sama
pula. ‘ikatan batin kali yah.’ Batin Deva masa bodoh.
“Ehem.
Papa tunggu janji kalian. Deva,kamu mulai belajar dari sekarang. Sekarang kan
kamu sudah kelas 2 SMA, papa nggak mau tau, kamu harus bisa meneruskan bisnis
papa ini. kalau bisa, dirikan perusahaan baru.”
Mendengar
itu, Gabriel dan Rio langsung bergidik ngeri. Deva hanya tersenyum simpul. Ia
selalu suka nada otoriter sang Ayah. Tubuh tegap yang semakin menua itu berdiri
dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. Ditatapnya ketiga
putranya itu bergantian.
“Papa
percaya kalian.” Setelah mengatakan itu, Pak Arya pergi meninggalkan ketiga
putranya yang sudah mulai bertengkar.
“Heh
Yel, kalo lo beneran punya pesawat sendiri, gue nebeng ya, buat bulan madu.”
Canda Rio seraya menyandarkan kepalanya disandaran kursi. Gabriel mencibir.
Sedangkan Deva hanya melongo mendengar ucapan Rio yang sedikit Ngaco.
“Ada
apaan sih?” tanyanya penasaran. Rio menatap adik semata wayangnya itu dengan
tatapan kesal. Kenapa adiknya ini begitu lama loading? Padahal mereka –Gabriel,
Rio- termasuk juara umum bertahan disekolah mereka dulu. (sekarang mereka sudah
kuliah semester 3)
Dengan
kesal, Rio menceritakan semua kejadian yang terjadi sebelum Deva datang.
Adiknya itu hanya menggut-manggut sok mengerti sambil kadang mencibir kedua
kakak kembarnya.
“Berarti
gue juga harus cari istri dong? Biar bisa meyakinkan papa?” Tanya deva polos.
Puuk!
Dua
jitakan sekaligus diterimanya dari kiri-kanan. Siapa lagi kalau bukan ulah si
kembar.
“Sial lo
bedua! Sakit Nyet!”
“Lo masih
kecil Dev, mending konsen belajar aja deh.” Sahut Gabriel sok bijak, tanpa
memperdulikan protes adiknya. Diikuti dengan anggukan antusias dari Rio. Deva
melengos. Dosa apa dia punyakakak-kakak aneh seperti mereka.
*****
Did I
grow up according to plan?
Do you
think i’m wating my time doingthings i wanna do?
But it
hurts when you disapprove allalong
Pak Arya
menatap kedua anaknya dari pintu depan yang sedang asyik menggambar diruang
keluarga. Dengan langkah mantap dan perlahan, ia melangkah mendekati kedua
putra kembarnya, dan juga istrinya itu. Seulas senyum menyambutnya hangat.
Siapa lagi kalau bukan Wulan, sang istri tercinta.
Arya menjatuhkan
bokongnya ke sofa yang terletak di depan meja. Menatap anaknya yang ada
dikiri-kanannya sekarang (anak anak itu duduk menyamping). Kedua anak itu
tampak tidak ada yang sadar akan kehadirannya. Arya mengernyit. Seasyik itukah gambar
mereka, hingga sang ayah tidak lagi disambut kedatangannya?
Karena penasaran
apa yang digambar kedua putra kembarnya itu, Arya mengintip. Pertama, gambar
milik Gabriel, Anak sulungnya yang beda 10 menit dari si Adik. Arya tercekat.
Gambar anak itu.. Gambar sebuah pesawat terbang -yang bentuknya lebih mirip
ikan- sedang melayang diatas langit luas. Dibawahnya, seorang anak laki-laki
kecil sedang memandangi kepergian benda besar itu, sambil bergumam ‘aku ingin
menjadi pilot.’
Gabriel sedikit
terkejut saat dahinya merasakan geli karena sentuhan rambut sang ayah. Anak itu
mengernyit saat melihat ekspresi sang ayah yang sulit dibacanya. “Papa? Kapan
Papa pulang?”
Mendengar
sang kakak menyebut ‘papa’, Mario
mendongak dan menatap kedua orang didepannya bingung. Bingung, kenapa Gabriel
menatap Ayahnya dengan kedua alis terangkat, dan juga bingung, kenapa sang Ayah
menatap Gabriel tanpa ekspresi.
“Kalian kenapa?”
tanyanya polos. Gabriel menoleh dan menggeleng bingung. Sang bunda yang masih
setia duduk dibelakang Mario juga ikut bingung.
“Pa,papa
kenapa?” tanyanya lembut. Pak Arya menggeleng kaku, lalu beralih menatap Gambar
Mario.
Ini lebih
mengejutkan lagi. Gambar Anak laki-laki itu lebih abstrak dari gambar sang
kakak. Tapi Arya masih bisa membaca tulisan ‘keriting’ milik putranya itu.
‘rio ingin
menjadi dokter. Membahagiakan mama dan papa suatu saat nanti.’
Begitulah
tulisan ‘keriting’ milik Mario.
Dengan perasaan
campur aduk, dia kembali menegakkan badannya dan menatap kedua anaknya bergantian.
“Kalian ingin menjadi apa?”
“dokter/pilot.”
Jawab si kembar bersamaan. Keduanya lalu saling tatap dan tertawa. Sang bunda ikut
tersenyum melihat tingkah kedua putranya itu.
Arya tidak
ikut tertawa. Pikirannya mulai bercabang. Mereka berdua adalah putra
kebanggaannya. Pewaris perusahaan besar yang telah ia kelolah dari kakaknya
yang sudah meninggal. Itu perusahaan warisan. Yang harus selalu dikelola
keluarga Haling berturut turut. Tapi melihat kedua anaknya menggambar profesi
yang mereka cita-citakan, Arya merasa gelisah.
Dengan satu
tarikan nafas, ia berkata, “Kalian akan menjadi pemimpin di perusahaan Papa.
Nggak ada dokter, apalagi pilot.”
Gabriel dan
Rio tersentak. Kedua alis anak itu bertaut. Apa apaan ini? wajah sang bunda yang
tadinya bahagia itu berubah murung. “Maksud papa apa sih?” Tanya Gabriel mewakili
Mario.
“Kalian nggak
usah buang-buang waktu Cuma buat mengejar cita-cita kalian itu. Masa depan
kalian sudah cerah dengan perusahaan yang ditinggalkan kakek. Kalian lah penerus
Haling Crop.”
“Rio nggak
mau jadi bos kayak papa. Rio mau jadi dokter. Mau ngobatin banyak orang,dan
ngobatin papa, mama, sama iyel kalau kalian sakit.” Tutur Mario dengan nada ketus
yang polos(?)
Gabriel mengangguk
menyetujui argument adik kembarnya itu. Arya menghela nafas berat. Menatap
istrinya yang dari tadi hanya diam. “Papa nggak mau tau. Kita punya 2 perusahaan
yang akan menjadi tanggung jawab kalian. Haling dan Damanik crop’s. Itu semua
warisan dari kakek kakek kalian. Jangan pernah berharap menjadi dokter, pilot,
atau apalah itu.”
Tanpa
banyak bicara, Arya mengayunkan kakinya menuju kamar. Sang istri hanya menatapnya
nanar, lalu berbalik menatap kedua anak kembarnya yang kini sedang menatap
kepergian sang ayah dengan tatapan bingung dan kecewa.
“kalian sabar
ya. Ada benarnya kata papa, masa depan kalian memang untuk menjadi pengusaha seperti
kakek dan papa kalian. Bukan dokter atau pilot sekalipun sayang.” Ujar wulan
sambil merangkul kedua putra tercintanya. Gabriel dan Rio menatapnya dengan
tatapan memohon. Wulan hanya tersenyum simpul sambil menggeleng lemah.
I and
now i try hard to make it
I just
want to make you proud
I’m
never gonna be enough for you
I can’t
pretend that i’m alright
And yoy
can’t change me
Saat usia
mereka menginjak 4 tahun, mama Wulan membawa berita baik. Mereka berdua akan
memiliki seorang adik. Arya menyambutnya dengan muka berbinar. Gabriel danRio
yang masih kecil itu ikut gembira melihat raut wajah papa mereka. Melupakan sejenak
cita-cita mereka yang tertunda. Hingga hari yang mereka tunggu tiba.
Seorang anak
laki-laki kecil lahir dengan selamat dan sempurna. Ayah mereka memberinya nama,
Deva Ekada. Bernama belakang Haling. Sama seperti mereka. Sejak saat itu, sang
ayah tidak pernah lagi mengetahui apa yang dilakukan kedua putranya yang sudah
beranjak remaja itu di sekolah. Yang dia tahu, anak-anaknya itu sangat berprestasi
di sekolah.
Diam-diam,
Gabriel dan Rio memperketat proses belajar mereka. Tanpa sepengetahuan sang bunda
dan tentu saja sang ayah, mereka memasuki jurusan IPA saat SMA. Gabriel dan
Mario memang disekolahkan di tempat yang berbeda. Itu juga karna Gabriel dan
Mario sendiri yang meminta. Tanpa curiga sedikit pun, Ayah mereka mendaftarkan
mereka melalui anak buahnya.
Tanpa tahu
bahwa sekolah yang dipilih Gabriel dan Mario adalah sekolah khusus untuk meraih
cita-cita mereka.
Gabriel selalu
meraih juara umum selama bersekolah disana. Dengan nilai yang sangat memuaskan
itu, dia selalu bertukar cerita dengan saudara kembarnya itu. Rio juga selalu
menjadi juara umum tetap disekolahnya. Mereka berdua belajar mati-matian untuk
membuktikan kepada sang ayah kalau mereka bisa.
Sampai saat
malam itu tiba. Dimana seorang Mario mulai dilanda sindrom jatuh cinta, dan
Gabriel yang meyakinkannya untuk tidak memikirkan hal itu untuk beberapa tahun
kedepan.
“Mario, adik
kembar gue yang ganteng, meskipun masih gantengan gue. Harusnya lo nggak mikirin
masalah cinta dulu disaat kayak gini. Lo nggak mau kan, duduk di ataskursi
kebesaran papa? Walau itu dengan gadis yang lo cintai? Kalo gue mah ogah gilaa!”
Mario menghela
nafas berat. Ada benarnya juga apa yang dikatakan sang kakak. Dia memang tidak
seharusnya memikirkan hal konyol itu hingga semua ini berakhir. Dilangkahkannya
tungkai miliknya itu menuju meja belajarnya. Gabriel sedang duduk diatas tempat
tidurnya dengan memangku gitar dan memainkannya asal.
Mario dan
Gabriel satu kamar. Kamar mereka luaaaas banget. Dari kecil sampai sekarang mereka
memang menetap dikamar itu, tanpa meminta untuk dipisahkan. Tidak ada rahasia
apapun antara keduanya. Mereka selalu berbagi dan membagi kebahagiaan ataupun
kesulitan yang mereka alami.
Rio menatap
kakak kembarnya dengan satu alis terangkat. Lalu berjalan, dan merebut gitar
kakaknya begitu saja. Gabriel tersentak dan langsung menatap Rio tajam. “Permainan
gitar lo nggak lebih bagus dari Deva.” Ujar Rio tenang.
Gabriel melengos.
Malas berdebat dengan adik kembarnya. Tiba-tiba saja pintu kamar mereka
terbuka. Satu kepala menyembul dari balik pintu disertai dengan cengiran garing
khas anak SMP. Rio dan Gabriel tertawa melihat Deva yang ada dibalik pintu.
Gabriel menggerakkan
tangannya, memerintah adiknya untuk mendekat. Deva menurut saja, lalu melangkah
kan kakinya kearah Gabriel. Lalu membanting tubuh kecilnya dikasur Rio yang
bersih dan nyaman.
“Gue tidur
sama kalian ya?”
Rio mengernyit.
“Ngapain? Kamar lo kan ada Dev.”
“jangan bilang
lo takut tidur sendiri?” lanjut Gabriel. Deva merengut.
“kalo nggak
boleh sih nggak papa. Gue kan Cuma pengen aja sekamar sama kakak-kakak gue yang
ganteng ini. Walaupun masih gantengan gue.”
Gabriel
dan Rio melengos kompak. Lalu menjitak kepala adik mereka itu gemas. “Narsis lo
persis banget sama Rio.”
Rio mendelik
kearah kakaknya. “ kok gue sih? Dunia juga tau kalo elo yang paling narsis.”
“Gue nggak
sekedar narsis bro. Gue berbicara tentang fakta.”
“fakta gigi
lo rontok.” Sahut rio sarkartis.
Deva Cuma
nyengir melihat tingkah kedua kakaknya itu. Ia berjalan menuju balkon kamar si
kembar, dan membuka jendela yang membatasi antara kamar dan balkon. Dipandanginya
bintang-bintang yang bertaburan malam ini. Satu bulan sabit melengkapi indahnya
malam yang sunyi ini.
Tiba-tiba
saja horden kamar sebrang terbuka. Seorang gadis cantik dengan kucir ekor kuda muncul
dari baliknya. Deva terkesiap. Itu teman sekelasnya. Anak baru yang diincar
banyak kaum adam di sekolahnya. Dengan langkah buru-buru, dia memasuki kamar
kakak kembarnya dan membanting badannya di kasur tadi.
“heh belo!
Kasur gue jebol tuh!” protes Rio tak terima. Gabriel menatap adik bungsunya
heran.
“ada apaan
dep?”
Deva menoleh
dan menatap Gabriel malu. Gabriel bergidig ngeri melihat tatapan adik bungsunya
yang mengerikan itu. Tanpa menjawab, Deva mengangkat telunjuknya kearah balkon.
Karena penasaran, Gabriel dan Rio berebut ingin mencapai balkon duluan.
Disana, seorang
gadis kecil sedang menengadah. Menatap taburan bintang cantik yang bertebaran
diatas kepalanya. Gabriel dan Mario mengernyit. Saling tatap , sejurus kemudian
keduanya mengangkat bahu kompak.
“hai!” sapa
Rio sedikit berteriak. Gadis itu menoleh dan menatap kedua orang di depannya
dengan tatapan bingung.
“lo anak
baru ya?” Tanya Gabriel lebih tenang daripada Rio. Gadis itu mengangguk kikuk.
Tiba-tiba
saja deva menyembul ditengah-tengah kakak kembarnya. Menatap gadis itu dengan senyum
tebar pesona. Gabriel dan rio hanya menggeleng kepala maklum.
“lo anak
baru di kelas gue kan? Gue deva.”
Gadis itu
tersenyum dan mengangguk. “Iya. Aku keke. Salam kenal.” Lalu tatapannya beralih
kepada Gabriel dan Rio. Raut muka bingung setengah kaget masih singgah diwajah
manisnya. Mereka benar benar mirip. Deva yang tahu maksud keke langsung
memperkenalkan kakak-kakaknya dengan bangga.
“ini kak
Gabriel Ke. Dan ini kak Rio. Mereka kakak-kakak gue. Kembar.”
Keke hanya
mengangguk dan membulatkan bibir mungilnya.
Tiba-tiba
saja mama gadis itu berteriak memanggil namanya. Keke mendengus dan menatap ketiga
cowok ganteng itu sambil tersenyum kikuk. “Sorry
yah. Aku dicariin mamanih. Duluan Dev. Duluan kak Rio, kak Gabriel. Mereka
bertiga mengangguk kompak sambil tersenyum tipis. Oh bukan bertiga sih. Tapi
berdua. Deva reaksinya lebih parah. Cowok itu mengangguk keras sambil tersenyum
lebar.
“gila Yo.
Efek jatuh cinta nih,” bisik Gabriel kepada Rio. Rio mengangguk setuju.
“udah.Tinggalin
yuk.”
Keduanya
masuk lagi kekamar, dan duduk ditempat semula. Membiarkan adik mereka itu dimabuk
cinta. Rio memetik gitarnya dan mulai menghasilkan intro lagu. Gabriel yang
tahu persis intro tersebut langsung bersenandung ringan.
Hay
dad..
Look at
me..
Think
back and talk to me..
Did I
grow up according to plan?
Do you
think i’m wating my time doingthings i wanna do?
But it
hurts when you disapprove allalong
Gabriel terdiam
sejenak. Dilanjutkan oleh Rio yang masih memetik gitarnya. Cowok itu mulai
bersenandung. Melanjutkan lirik lagu dari kakak sulung kebanggaannya.
I and
now i try hard to make it
I just
want to make you proud
I’m
never gonna be enough for you
I can’t
pretend that i’m alright
And yoy
can’t change me
Cuz we
lost it all
Nothing
lasts forever
I’m
sorry
I can’t
be perfect
Now it’s
just too late, and we can’t goback
I’m
sorry
I can’t
be perfect
Deva yang
tadi hanya berdiri di balkon ikut masuk dan melanjutkan nyanyian
kakak-kakaknya.
I try
not to think
About
the pain i feel inside
Did you
know used to be my hero?
All the
day you spend with me
Now seem
so far away
And it
feels like you don’t careanymore..
Dan jadilah,
malam itu konser dadakan ketiga putra kebanggaan Haling. Mereka menyanyikan
lagu perfect-nya simple plan dengan penuh penghayatan. Mungkin
karena lagu ini memang cocok untuk mereka. Sang bunda yang mendengar suara
ketiga putranya itu terharu.
Antara sedih,
senang, bangga, dan kasihan. Mereka terlalu dipaksa oleh suaminya untuk menjadi
pewaris perusahaan. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ini memang mutlak
keputusan ayah kandung dan ayah mertuanya. Dengan tangan yang sedikit gemetar,
Wulan memutar kenop pintu kamar si kembar.
Sekarang,
tiga kepala sekaligus menoleh padanya. Wulan tersenyum hangat dan disambut cengiran
khas ketiga anak laki-lakinya itu.
“kalian belum
tidur? Udah malam lho.” Tanyanya seraya duduk di sofa antara kasur Rio dan
Gabriel. Mereka bertiga hanya menggeleng.
“belum ma.
Lagian besok kan minggu.” Jawab Rio mewakili saudara-saudaranya.
Wulan mengangguk
dan meraih gitar milik Rio yang tergeletak manis disamping tempat tidurnya.
Memetik gitar itu perlahan, lalu menggerakkan bibir mungilnya menyenandungkan
(?) sebuah lagu.
To be
heart, to feel lost, to be left outin the dark
To be
kicked, when you’re down
To feel
like you’ve been pushed around
To be on
the edge of breaking down
When no
one’s ther save you
No you
don’t know what it’s like
Welcome
to my life..
Wulan mengakhiri
permainanya dan menatap ketiga putranya yang tengah menatapnya kagum. Mereka
tidak tahu, kalau sang mama bisa memainkan gitar akustik dengan lincah tanpa
cela. Suara merdunya itu kini terekam jelas dibenak ketiganya. Lagu welcome to my life milik simple plan itu melantun (?) mulus dari bibir sang mama.
Rio memecah
keheningan sambil berjalan mendekati sang mama. Duduk disebelah kirinya dan
merangkul mama dengan sayang. “Rio nggak nyangka mama bisa semuanya. Rio sayang
mama deh.” Jujur Rio manja. Gabriel melengos dan menjitak kepala kembarannya dengan
ekspresi jijik.
“tingkah
lo menjijikkan banget Yo, sumpah.”
“bodok. Sama
mama ini.”
“Deva mau
juga dong maaa!!”
“iyel jugaa!”
Akhirnya
mereka berempat saling berpelukkan dan saling memberi kehangatan satu sama lain.
Tanpa mereka sadari, tuan besar Haling tengah berdiri dibalik pintu. Mendengar
semua percakapan anak dan istri tercintanya. Ada sebersit rasa bersalah yang
menganggunya, satetelah mendengar lantunan lagu dari bibir ketiga putranya,
yang disusul beberapa lirik lagu dari istrinya.
Walau tidak
terlalu pintar berbahasa inggris, tapi Arya tahu, arti 2 lagu itu. Ia sudah
sering mendengar saat rumah sedang sepi, hanya ada dia dan istrinya. Akhirnya
dia mengurungkan niatnya untuk bergabung.
Semua harus
dibicarakan lebih lanjut.
***
Bertahun-tahun
dijalani keluarga kecil ini. Wulan menatap anak bungsu nya yang tengah dewasa.
Dia benar-benar ikhlas melanjutkan pekerjaan sang papa di perusahaan. Sekarang,
Haling dan Damanik Crop’s digabungkan atas perintah papanya, dan dikelola baik
dengan Deva.
Pria itu
membenahi jas nya, dan berlari menuruni tangga untuk sampai di meja makan.
Tertangkap indra penglihatannya, sang mama tengah tersenyum bangga kearahnya.
Deva membalas senyum mamanya hangat. Berlari dan segera memeluk tubuh yang
masih sama tegapnya dengan dulu itu hangat.
“duh.
Papa cemburu nih Dev.” Tiba-tibasaja tuan besar Haling itu bersuara. Beliau
menutup Koran yang tadi dibacanya, dan meminum teh hangat yang baru saja
disuguhkan sang istri.
Seorang
gadis cantik datang dari arah dapur, sambil menggendong seorang bayi kecil yang
baru berusia beberapa minggu. Dia keke. Tetangga depan rumah yang sekarang
sudah resmi menjadi istrinya. Dan bayi itu adalah anak Deva. Alin. Tidak
terasa. Sudah berpuluh tahun lebih Ia tidak melihat kakak kembarnya itu.
Si
kembar merantau di negri orang. Belajar keras dan membuktikan kepada papanya
kalau mereka bisa. Deva sangat menunggu hari itu. Dimana Gabriel dan Rio datang
dengan kesuksesan mereka. Lengkap dengan janji mereka tempo dulu. Deva
tersenyum tipis mengingat hal itu.
“sini Ke,
Alin biar papa yang gendong.”
Keke
berjalan menghampiri papa mertuanya, dan menyerahkan Alin dengan hati-hati. Pak
Arya mengamati cucunya dengan seksama.
“Matanya
mirip Deva deh. Belo. Kulitnya hitam manis, sama kayak mau Ke. Hidungnya
mancung kayak papa, mukanya cantik, kayak mama Wulan.” Komentarnya sambil
memangdang sang istri dengan satu mata dikedipkan menggoda. Keke terkekeh
melihat tingkah mertuanya.
Deva
menghampiri Keke dan merangkulnya hangat. “Bangga nggak pa, sama putri kecil
kita?”
“Bangga
lah. Semoga menjadi cucu yang berbakti dan berguna bagi bangsa dan Negara.” Doa
mama Wulan.
“aaammmiiinn”
Tiba-tiba
saja bi Marni lari tergopoh-gopoh dari pintu depan. Mukanya terlihat antara
panic, senang, dan heran. Mama menatapnya dengan tatapan penuh Tanya. Papa
menyerahkan Alin kembali pada keke, dan menatap wanita yang telah berumur
setengah abad itu.
“Ada apa
Bi?” tanyanya heran.
Bi Marni
mengatur nafasnya yang tersenggal, sambil menunjuk-nunjuk kearah pintu utama
rumah ini. Deva mengernyit. Keke menyikut suaminya tanda bertanya. Tapi Deva
hanya menggelengkan kepala tanda bahwa ia tidak mengetahui apa-apa.
“Bi Marni
kenapa?” Tanya mama sekali lagi, dengan nada lembut nan sabar.
“itu Nya..
di depan.. ada.. ada..” belum selesai Bi Marni menuntaskan kalimatnya, tubuh
tegap dengan balutan jas dokter itu sudah berdiri didepan 2 pasang suami istri
dan seorang wanita tua ini, sambil menggendong gadis cantik berambut ikal.
Dibelakangnya, seorang wanita anggun yang dibalut dress biru langit tengah
menggandeng seorang anak laki-laki yang mirip sekali dengan anak perempuan yang
digendong tubuh tegap tadi.
Mama
Wulan dan pap Arya masih bergeming. Begitupula Deva dan Keke. Deva malah
melongo lebar. Dia merasa detak jantungnya telah bekerja dua kali lipat lebih
cepat dari biasanya. Dengan terbata ia berkata. “K..kak..kak Rio?”
Laki-laki
tadi tersenyum sambil mengangguk ramah kearah Deva. Adik bungsunya yang sudah
dewasa itu tumbuh dengan baik. Postur tubuhnya tak berbeda jauh darinya dan
sang ayah. Tinggi dan tegap.
“hai
semua. Apa kabar? Rio kangen nih.” Katanya seraya menurunkan putri
kesayangannya itu dari gendongan. Pak Arya menatapnya tak percaya. Mama Wulan
malah sudah menangis haru. Dengan gerakkan cepat, dipeluknya sosok tubuh tegap
itu. Memastikan bahwa apa yang ia lihat benar benar salah satu dari putra
kembarnya.
Rio
tersenyum dan membalas pelukan mamaya dengan satu tangannya yang bebas (yang
satu tadi sedang menggandeng putri kecilnya.). “Hay ma, apa kabar?” suara itu
tidak berubah. Masih serak-serak basah, dan.. seksi. Sang mama melepas pelukannya
dan beralih menatap wanita cantik yang ada dibelakang Rio.
“Rio..
ini istri kamu?” Tanya mama pelan tanpa menggubris pertanyaan Rio sebelumnya. Rio
mengangguk mantap.
Cowok
itu lalu melirik sang papa dengan tatapan menggoda. “gimana pa? Sesuai janji
kan?”
Papanya
tersenyum dan langsung memeluk anaknya itu. Tentu saja pelukan ala laki-laki.
“Papa bangga sama kamu Yo. Cantik. Cocok buat kamu.”
“thanks
Pa. Kenalin, Ify Alyssa. Anak pemilik rumah sakit tempat Rio bekerja. Dokter
anak yang berhasil merebut hati Rio. Dan menjadi ibu dari anak-anak Rio.”
Ify
melepas pelukan ibu mertuanya dan menatap tuan besar Haling dengan senyum
malu-malu. “Pagi Pa.”
“Pagi
sayang. Selamat datang nyonya Haling kecil.” Ify tertawa mendengar gurauan papa
mertuanya.
“kacangin
aja gue woi. Nggak tahu apa, pemilik perusahaan Damanik plus Haling Crop’s juga
udah makmur?” Deva sewot. Rio menuntun anak perempuannya mendekati Deva. Lalu
diangkatnya lagi tubuh mungil itu untuk menyamakan tingginya dengan Deva.
“liat
nih. Anak gue. Cakep kan? Kayak emaknya.” Pamer Rio bangga. Deva melongo.
Memang sih, anaknya cantik. Rambutnya ikal diikat dua. Matanya biru. Hidungnya kecil,
pesek dan bibirnya tipis berwarna merah cherry.
Semua mirip dengan Ify, kecuali mungkin hidungnya.
“sombong
lo. Anak gue nih. Lebih cantik. Ya nggak ke?” Rio mengernyit. Menatap Keke dari
atas sampai bawah. Dari bawah sampai atas lagi.
“keke?
Lo jadi bini si Deva?”
Keke
Cuma cengengesan nggak jelas. Anak Rio yang belum diketahui namanya itu
menunduk. Tangan kecilnya bergerak menyentuh pipi mulus Alin. Senyum manis
mulai terukir diwajah chubby nya. Dia
membisikkan sesuatu pada Daddy nya.
“Dad, she is so pretty. Like me.” Rio terkekeh mendengar ke-narsisan anaknya.
Memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sifat Rio yang satu itu memang
diturunkan pada kedua anak kembarnya.
Deva
mengernyit. Walaupun berbisik, suara gadis kecil itu masih saja tertangkap
indara pendengarannya. “Buset, anak lo narsis juga bang. Siapa namanya?”
“Raissa
Haling.” Rio berbalik dan menatap Istrinya yang sedang dirundungi berbagai
pertanyaan oleh orang tuanya. “Fy,sini deh. Bawa si Ozy.” Ify mengangguk dan
menggandeng Ozy mendekati adik bungsu Rio. Mama-Papa Rio mengikutinya dari
belakang. Mama Wulan masih terharu. Ia tak henti-hentinya menangis didalam
pelukan Pak Arya.
“udah
ma. Kok malah nangis sih. Bangga dong sama anak-anak kita.”
Rio
menurunkan gadisnya, dan didekatkannya dengan anak laki-laki tampan dengan gaya
rambut yang sama persis seperti Rio. Deva mengangguk paham. ‘pasti kembar’
batinnya memutuskan.
“Bi
Marni, mang ujang, pak Dadang, sini sebentar deh.”
Semua
berkumpul diruang keluarga. Menatap Rio dan keluarga kecilnya dengan kagum. Bi
Marni malah sampai meneteskan airmatanya. Sama seperti Mama Wulan.
“sebelumnya
Rio minta maaf karna sudah menganggu pekerjaan kalian..”
“nggak
papa den.” Potong pak dadang, yang langsung mendapat tatapan sinis dari bi
marni dan mang ujang.
Rio
tersenyum simpul dan merangkul istrinya hangat. “Rio mau memperkenalkan
keluarga kecil Rio. Ini Ify, cewek yang berhasil mengambil hati Rio, dan
menjadi ibu dari anak-anak Rio.” Cowok itu mengecup pelan kening istrinya yang
tersenyum malu.
Tatapannya
beralih ke kedua anaknya. Dengan tangan kanan-kiri, dia mengangkat tubuh kecil
itu. “Dan ini, Raissa Haling, dan Ozy Adriansyah Haling.” Kedua anaknya itu
membungkuk sopan tanpa diminta. Senyum mereka mirip sekali. Benar-benar seperti
kembar. “Mereka kembar.” Lanjut Rio bangga.
Semua
yang hadir bertepuk tangan tanpa sadar. Rio dan Ify kembali membungkuk member
hormat dan tanda terima kasih.Acha turun dari gendongan Daddy nya, diikuti
dengan Ozy.
“nice to meet you.” Ujar mereka kompak. Para pekerja rumah Rio
bingung. Mereka tidak bisa berbahasa inggris. Rio tersenyum kikuk sambil
menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
“senang
bertemu kalian.”
Semua
tertawa bahagia. Acha dan Ozy berhambur kepelukkan Mommy mereka, karna malu. “don’t cry baby, this only a small problem.”
Bujuk Ify.
Semua
tertawa melihat tingkah kedua anak kembar itu. Dan akhirnya, Rio bisa
membuktikan pada sang ayah, kalau profesi dokter tidak begitu buruk. Apalagi
dia memberikan bonus menantu cantik dan penuh perhatian seperti Ify. Lengkap
satu paket dengan cucu kembar yang lucudan pintar.
Tinggal
Gabriel yang belum bisa membuktikan perkataannya.
Hari
menjelang sore. Acaha dan Ozy sedang duduk di ayunan taman belakang, ditemani dengan
Opa dan Oma mereka. Sambilmembelai hangat rambut cucu-cucunya, Arya bergumam.
“Rio benar-benar gila ya ma. Istrinya cantik sekali. Apalagi anak-anaknya.
Matanya bagus, papa suka.”
Wulan
mengangguk setuju. “Iya pa, apalagi bahasa inggrisnya. Lengket sekali.”
Sedang
asyik-asyiknya bercengkrama, tiba-tiba saja satu anak cowok dengan dandanan ala
captain datang. Tak ada senyum disana. Hanya muka datar dan pipi gembung. Arya
mengernyit. Apalagi ini? kenapa ada anak lagi? Apa Rio punya tiga anak?
“Ma,
siapa?”
Wulan
menggeleng lemah. Acha menatap anak laki-laki itu dengan senyum. Tanpa
basa-basi, Ozy melompat dari pangkuan sang Oma, dan menghampiri anak laki-laki
yang berusia sekitar 5 tahun itu. Diikuti dengan Acha yang berlari kecil.
“Hay bro. How are you?”
“Fine. Who are they?”
Acha
menjawab dengan penuh semangat. “they are
our grandparents.”
“really?”
“yeah. Lets go!”
Mereka
bertiga berlari mendekati Wulan dan Arya. Sampai diayunan itu, Ozy kembali
melompat kepangkuan Omanya. Begitupula Acha, yang sudah duduk manis lagi di
pangkuan Opanya. Anak kecil tadi hanya memandang kedua orang dewasa didepannya
dengan tatapan bingung.
“Ray.. Where are you son!” teriak seseorang
diluar. Wulan tercekat. Suara itu. Suara putra sulungnya. Gabriel. Apa.. Wulan
menurunkan Ozy dari pangkuannya dan menggandeng anak itu keluar. Diikuti Arya
yang sudah menggendeng dua anak kecil sekaligus.
“Here dad!” sahut
anak kecil yang tadi sempat membuat Wulan dan Arya bingung.
“Mama..”
Suara Gabriel terngiang lagi. Kini tubuh tegap itu telah berdiri didepannya.
Disamping cowok itu berdiri gadis cantik dengan balutan gaun putih panjang
selutut, dan perut buncit. Baju yang juga senada dengan Gabriel. Cowok itu
memakai topi kebanggaannya dan sedikit membungkukkan badan, seraya melepas
topinya. Memberi hormat pada sang ratu yang masih menempati tatah tertinggi
dihatinya itu.
Gabriel
datang. Membawa kembali janji-janjinya pada sang ayah.
“Ray..”
gumam wanita cantik itu sambilmelambaikan tangannya. Bermaksud agar sang anak
mendekat. Ray –anak berumur 5tahun yang memakai baju persis seperti Gabriel
tadi- datang dengan langkah ringan. Gaya berjalannya sama seperti Gabriel.
Ringan, tanpa beban dan tanpa senyum.
Wanita
cantik itu menatap anaknya sebal.Lalu sedikit menunduk untuk mencubit perutnya.
“Mommy! Sakit tau.”
“Mukanya
jangan sengak dong. Malu tau.”
“iya..iya.
nggak lagi”
Gabriel
memeluk mama dan papanya bergantian. Satu tangannya menarik Ray dengan lembut
agar mendekat dan satu tangannya yang bebas merangkul istri tercintanya. “Ma,
Pa. Ini keluarga kecil Iyel. Ini Ashilla Zahrantiara. Pramugari yang berhasil
menaklukkan captainnya dengan caranya sendiri. Dan ini jagoan kecil kami.
Raynald Haling.”
Mama Wulan
mendekati Shilla. Memandang gadis itu lekat, dan mengangguk kagum. “Kamu cantik
sayang. Itu apa?” mama Wulan menunjuk perut shilla yang gembung sambil menahan
tawanya.
“balon
kali ma.” Sahut Rio dari belakang. Dibelakangnya ada Ify yang menenteng banyak
makanan. Diikuti Deva dan Keke yang sudah cengar cengir dari tadi.
Iyel
mendelik. “Heh tem. Sialan lo. Anak gue nih. Udah dua!”
“gue
juga dua kali.”
“hah?!”
Ify
terkikik. Dia memang sudah mengenal kakak kembar Rio ini. Bahkan istrinya. Juga
anak sulung kakak iparnya itu. Hanya saja, Gabriel tidak tahu kalau dia punya
anak kembar. Jadwal penerbangan yang super padat itu membuatnya jarang bertemu
dengan Ify.
Rio
melengos. Lalu berjalan kearah papa-mamanya dan menggendong kedua anak kembarnya
dengan bangga. “nih. Sepaket.”
Gabriel
menelan ludah. “setdah. Gue kenal bini lo, tapi nggak tau anak-anak lo Yo.
Suer.”
“tau deh
yang sekarang jadi captain penerbangan.”
Gabriel
menunduk malu. Diikuti tawa keluarga besarnya itu. Lalu tatapannya beralih ke
Deva. Adik sulungnya yang kini menggendong seorang bayi kecil. Anak itu tumbuh
dengan baik. Tubuhnya atletis. Kulitnya bersih. Matanya masih belo
*yaiyalah-__-*. Dan hidungnya tetap mancung.
Gabriel
kaget setengah mati waktu matanya menangkap Keke yang berdiri manis disamping
Deva. Walaupun sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, rambut dan mata
keke tidak bisa menipu Gabriel. Cowok itu berjalan tanpa sadar mendekati adik
bungsunya. Mengintip bayi yang sedang menggeliat di gendongan Deva, dan menatap
Keke jahil.
“wah..
elo berdua udah nikah ya? Gilaa. Nggak nyangka Gue.”
“bego
lo. Yaiyalah udah nikah. Kalo belum mana bisa ada anak ini.” desis Deva kejam.
Gabriel terkekeh.
“yaudah.
Ayo semua ke ruang keluarga.”
Semua
mengangguk dan mengikuti pak Arya yang masih menggendong cucu kembarnya bangga.
Ray berjalan disisi kanannya dengan sikap cool.
Rio berjalan sambil mendekati kakak sulungnya itu. “Yel, lo kasihapa tuh si
Ray?”
“apaan?”
“jalannya
songong banget. Sama kayak lo. Belagak penting.” Jawab Rio sarkartis.
Iyel
meringis. “Tau. Emang begitu kok dari lahir.”
“hayoo
ngomongin apaan?!” tiba-tiba Ifymuncul sambil melompat kepunggung Rio. Hampir
saja cowok itu terjengkang, kalau tidak ditahan Gabriel. Shilla berjalan santai
disamping Gabriel, sambil mengelus perutnya yang semakin lama semakin besar.
“heh.
Nggak sopan kamu Fy. Malu tuh diliatin mama.” Rio menunjuk samar mamanya yang
tengah berjalan disamping suaminya.
“alasan
kamu aja. Orang mama nggak liat kok.” Ify beralih menatap Kakaknya. Mengelus
pelan perut Shilla yang gembung. Seketika tawanya muncul. Giginya yang berbehel
itu Nampak dengan indahnya(?).
“anak
kakak bergerak!!” mama yang mendengarjeritan ify langsung menoleh dan berlari
kebelakang. Menyusul para menantunya yang cantik.
“mana
mana?! Mama pegang dong.”
Keke
yang penasaran ikut nimbrung. Membiarkan anak dan suaminya beserta
kakak-kakaknya(apasiih-_- ini bahasanya aneh serius. Maapin yak) berkumpul
diruang keluarga terlebih dahulu.
“mana
ma? Ada?” Tanya keke tak sabar.Mama mengangguk antusias.
“keke
coba dong ma.”
Shilla
memandang keluarganya dengan tatapan bahagia. Tidak salah ia memilih Gabriel
sebagai pendamping hidupnya. Laki-laki itu penuh tanggung jawab. Ia bangga pada
sang captain Gabriel stevent. Sungguh.
Sedang
asyik-asyiknya memegang perut Shilla, Acha datang sambil berlari kecil.
Rambutnya yang ikal berayun ayun mengikuti langkah-langkah kecilnya. Ify yang
melihat putri kecilnya itu langsung merentangkan kedua tangan untuk menyambut
pelukan peri kecilnya.
“Mom, i need some water.” Katanya
denganfasih. Ify menganggu dan melangkah ke dapur.
“Oh, wait baby.”
Mama
Wulan menatap punggung Ify yangmenjauh kearah dapur. Lalu beralih ke Shilla,
dan terakhir, beliau menatap Keke dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah
Ify kembali bersama Acha, mama Wulan langsung memeluk para menantunya dengan haru.
“terima
kasih kalian sudah maumempercayai anak-anak mama.”
“mama.
Jangan nangis dong. Masa Shilla datang disambut air mata sih?” ujar Shilla
sedikit cemberut. Ify dan Keke mengangguk setuju.
“mama..
udah ah. Yuk kedepan.” Ajak keke.
“Mommy. Acha ngantuk.”
Ify
tersenyum dan segera menggendong peri kecilnya.
“tidur
sama Daddy yah. Yuk!”
Dan
akhirnya mereka berjalan beriringan ke ruang keluarga. Saling rangkul satu sama
lain. Sesekali tawa mereka menggelegar mengisi kemewahan rumah yang selalu sepi
ini. Dalam hati, Wulan bersyukur sekali pada Tuhan yang Maha Esa. Ia bangga
pada ketiga putranya itu.
Terutama
si kembar.
Mereka
berhasil menunjukkan bahwa mereka bisa. Dan menghadiahinya dengan berbie-berbie
cantik seperti Ify, Shilla, dan Keke. Serta peri kecil seperti Acha dan Alin,
juga jagoan jagoan-jagoan kecil seperti Ray dan Ozy. Ia merasa bangga, terharu,
dan sesak. Sesak yang dipenuhi dengan kebahagiaan!
****
Jangan
pernah menyerah sebelum mencoba. Yakinkanlah mereka, bahwa kau bisa. Tak ada
yang tak mungkin di dunia ini. Selagi masih ada sang pencipta, semua akan
berjalan. Walau tidak sesuai rencana, semua akan indah pada waktunya.
yappp meskipun ini agak kecepatan tetapi menarik menurt gue..
BalasHapusrify.. shiel.. couple yang gue suka..
Numpang promo ya jangan lupa juga buat berkunjung ke blog saya:
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal
terimakasih sebelumnya
Bagus ceritanya
BalasHapusCeritanya sangat menarik... hehe
BalasHapus